BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pandangan
masyarakat tentang wanita hanya sebatas bawahan lelaki. Sejumlah orang
menganggap bahwa perempuan tidak memiliki keterampilan dan sifat yang di
perlukan dalam suatu organisasi, seperti bijaksana, bertanggung jawab dan
lain-lain. Pada tahun 1970an, masyarakat tidak memberikan kesempatan kepada
kaum perempuan untuk menjadi pemimpin. Setiap tahun jumlah perempuan dalam
posisi kepemimpinan dan akademis semakin meningkat dan menghasilkan perubahan dramatis
dalam masyarakat. Hal itu menjadi pemicu yang kuat, minat akademisi dalam
kajian pemimpin perempuan.[1]
Akademisi mulai
bertanya, “bisakah perempuan memimpin?” dan itu sekarang menjadi titik
kontroversial. Selain itu, dengan semakin banyak perempuan di dalam peran
kepemimpinan korporasi dan politis, kita bisa menyebut pemimpin perempuan yang
sangat efektif, terutama mantan perdana menteri perempuan, seperti Benazir
Bhutto (Pakistan), Margaret Thatcher (Inggris), Gto Marlem Brundtland
(Norwegia), and Indira Gandhi (India), dan pemimpin dunia sekarang seperti,
Chancellor Angela Merkel dari Jerman dan Presiden Dilma Rouself dari Brazil. Di
luar dari bidang politik kita bisa menyebut sejumlah pemimpin perempuan yang sangat
efektif termasuk CEO PepsiCO Indra Nooyi, CEO Avon Andrea Jung, jenderal
bintang empat, Ann E. Dunwoody, dan pendiri Teach for Amerika Wendy Kopp.[2]
Berbicara
mengenai kepemimpinan perempuan adalah banyak hal yang mengundang persepsi
negatif di dalamnya. Para lelaki menganggap bahwa perempuan tidak sanggup dan
tidak layak untuk menjadi pemimpin, karena perempuan tidak memiliki sifat-sifat
yang dimiliki oleh lelaki dan menganggap perempuan tidak dapat menyelesaikan
permasalahan yang terjadi di dalam organisasi yang dipimpinnya. Padahal, dalam
sejarah Indonesia terdapat beberapa tokoh perempuan yang dapat menjadi
pemimpin, salah satunya adalah Megawati Soekarno Putri berhasil menjadi salah
satu pemimpin Negara Indonesia.[3]
Hal ini merupakan bukti nyata bahwa wanita mampu menjadi seorang Kepala Negara.
Eksistensi
perempuan tidak hanya dalam dunia politik saja, melainkan dapat terjadi
dikalangan kampus atau Perguruan Tinggi. Pada zaman sekarang ini, sudah banyak
perempuan yang berpartisipasi aktif dalam suatu organisasi kampus. Salah satu
perguruan tinggi di Jakarta adalah Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta. Susunan
organisasi di kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sesuai dengan Keputusan
Menteri Agama Repubilk Indonesia nomor 414 tahun 2002, adalah :
1.
Dewan penyantun
2.
Rektor dan
Pembantu rektor
3.
Senat
Universitas
4.
Fakultas
5.
Lembaga
penelitian
6.
Lembaga
pengabdian pada masyarakat
7.
Lembaga
peningkatan dan jaminan mutu
8.
Satuan
pemeriksaan intern
9.
Biro
administrasi akademik dan kemahasiswaan
10. Biro perencanaan, keuangan dan sistem informasi
11. Biro administrasi umum dan kepegawaian
12. Unit pelaksana teknis.[4]
Dalam rangka menunjang pembinaan
mahasiswa yang berdasarkan program Tridharma Perguruan Tinggi, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta memfasilitasi mahasiswa untuk membentuk student government yang terdiri atas
lembaga-lembaga kemahasiswaan tingkat Universitas, Fakultas, Jurusan atau
Program Studi di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Selain itu terdapat
pula Unit-unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang bergerak dalam satu bidang
tertentu.[5]
Berdasarkan keputusan menteri Dikbud
nomor 155/U/1998 dan keputusan Dirjen Dikti no. 26/DIKTI/2002 tentang pedoman
umum organisasi kemahasiswaan di perguruan tinggi menetapkan bahwa, organisasi
kemahasiswaan di perguruan tinggi diselenggarakan atas dasar prinsip dari, oleh
dan untuk mahasiswa, dengan memberikan peranan dan kekuasaan yang lebih besar
kepada mahasiswa (pasal 2). Organisasi kemahasiswaan merupakan wahana
pengembangan diri mahasiswa yang diharapkan dapat menampung kebutuhan untuk
menyalurkan minat dan kegemaran, meningkatkan kesejahteraan, sekaligus menjadi
wadah kegiatan peningkatan penalaran dan keilmuan mahasiswa.[6]
Salah satu lembaga kemahasiswaan
ditingkat Fakultas adalah Lembaga Semi Otonom (LSO). LSO merupakan organisasi
intrakampus yang berada ditingkat Fakultas. Salah satu Fakultas yang ada di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta adalah Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIK). Ada
beberapa LSO yang berada di Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, yaitu : KMLA
Garuda, Paduan Suara Voice Of Communication (VOC), Komunitas Edukasi
Seni Tari Saman (SKETSA), Klise Fotografi, Kontras Musik dan Radio Dakwah (RDK).[7]
Salah satu LSO yang dipimpin oleh
perempuan adalah LSO Komunitas Edukasi Seni Tari Saman (SKETSA). Berdirinya
SKETSA berawal dari mimpi mahasiswi FIDKOM, yaitu Nandya Zahra Yusella, Ajeng
Retno, Dwi Isti Anggraini, Ayu Diantika, Ni’matul Farida, Maryam Khoirunnisa
dan Silvi Apriyanti yang memiliki bakat dibidang Tari Saman, tetapi tidak
memiliki wadah untuk bisa mengapresiasikannya. Seiring berjalannya waktu, akhirnya
pada tanggal 1 April 2011, SKETSA diberi kepercayaan dan semangat yang tinggi
oleh Presiden BEM Fidkom untuk menjadi salah satu LSO di Fakultas Dakwah dan
Ilmu Komunikasi. Susunan kepengurusan LSO SKETSA :
Ketua Umum :
Beni Fauziah Jehan
Sekretaris Umum :
Shabrina Dwi Pitarini
Wakil Sekretaris :
Ika Nurjayanti
Bendahara Umum :
Pipit Febriyanti.[8]
Terlihat jelas bahwa perempuan juga dapat
mempimpin sebuah organisasi. Sebenarnya, selama ini perempuan dapat berperan
aktif dalam organisasi, tetapi masalahnya adalah perempuan tidak memiliki
kesempatan untuk bereperan aktif didalamnya dan menjadi pemimpin dalam sebuah
organisasi.
Masalah tersebut diatas memberikan suatu inspirasi kami untuk
meneliti respon mahasiswa terhadap kepemimpinan perempuan yang terdapat di
organisasi Lembaga Semi Otonom (LSO) yang berada diruang lingkup Fakultas
Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Apakah kepemimpinan perempuan harus selalu dianggap
sebelah mata atau dapat diperjuangkan bahkan diseimbangkan dengan eksistensi
kepemimpinan laki-laki.
B.
Batasan dan Rumusan Masalah
1.
Batasan Masalah
Menyadari
pengetahuan penulis dalam pengetahuan, waktu dan dana. Maka penelitian ini
penulis batasi pada Respon Mahasiswa Terhadap Kepemimpinan Perempuan dalam
Organisasi LSO atau Lembaga Semi Otonom di ruang lingkup Fakultas Dakwah dan
Ilmu Komunikasi. Respon yang penulis maksud adalah respon kognitif, respon
afektif dan respon konatif (psikomotorik). Mahasiswa yang penulis maksud adalah
Mahasiswa aktif Bimbingan dan Penyuluhan Islam Semester III, V dan beberapa
anggota LSO Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2.
Perumusan
Masalah
Rumusan masalah
penelitian diantaranya adalah sebagai berikut:
1.
Bagaimanakah
respon kognitif, afektif dan konatif mahasiswa terhadap kepemimpinan perempuan
dalam Organisasi Lembaga Semi
Otonom (LSO) di Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi?
2.
Apakah ada
perbedaan respon yang signifikan berdasarkan mahasiswa Jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan Islam dengan anggota LSO terhadap kepemimpinan perempuan dalam Organisasi Lembaga Semi Otonom (LSO) di Fakultas
Dakwah dan Ilmu Komunikasi?
1.
Tujuan
Penelitian
Penelitian yang
dilakukan memiliki tujuan agar memudahkan peneliti melakukan penelitian. Berdasarkan
latar belakang masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, Dalam melakukan penelitian tentunya peneliti mempunyai tujuan yang
ingin dicapai diantaranya :
1.
Untuk
mengetahui respon kognitif, afektif dan konatif mahasiswa terhadap kepemimpinan
perempuan dalam Organisasi Lembaga Semi
Otonom (LSO) di Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
2.
Untuk
mengetahui perbedaan respon respon yang signifikan berdasarkan mahasiswa
Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam dengan anggota LSO terhadap kepemimpinan
perempuan dalam Organisasi Lembaga Semi
Otonom (LSO) di Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
2.
Manfaat
Penelitian
1.
Manfaat dalam
segi akademik atau jurusan adalah dapat memberikan kontribusi positif bagi kaum
perempuan dalam berorganisasi di Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) maupun
Fakultas.
2.
Manfaat dalam
segi pengetahuan adalah Mahasiswa dapat mengetahui kesetaraan gender mengenai
kepemimpinan antara perempuan dan laki-laki.
3.
Manfaat dalam
Lembaga Semi Otonom (LSO) adalah mahasiswa mampu menyalurkan inspirasi dan bakat
dalam organisasi, tanpa membedakan antara laki-laki dan perempuan.
D.
Tinjauan Pustaka
Penulis menemukan ada beberapa tugas penelitian dalam bentuk
skripsi yang pernah membahas permasalahan seputar kepemimpinan perempuan dalam
sebuah organisasi. Penulis melakukan penelitian terkait respon mahasiswa
terhadap kepemimpinan perempuan dalam organisasi LSO di Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi. Dalam penelitin ini, penulis menggunakan sumber-sumber buku mengenai
teori respon, teori kepemimpinan perempuan yang terkait LSO di Fakultas Dakwah
dan Ilmu Komunikasi. Judul dari penelitian kami adalah “Respon Mahasiswa
Terhadap Kepemimpinan Perempuan dalam Organisasi Lembaga Semi Otonom (LSO) di
Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
E.
Sistematika Penulisan
Tugas penelitian ini agar teratur secara sistematis, peneliti
membagi pembahasan menjadi 5 bab,
masing-masing bab terdiri dari sub bab, yakni :
BAB I. PENDAHULUAN membahas tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika
penulisan.
BAB II. KAJIAN TEORI membahas tentang Teori
Respon, Teori Kepemimpinan Perempuan dan Teori Organisasi.
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN membahas
tentang metode, desain, jumlah pupulasi, sampel, subjek dan objek, sampai
dengan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini.
BAB
IV. TEMUAN
DAN ANALISIS DATA
BAB V. PENUTUP membahas kesimpulan
dan saran-saran.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.
Respon
1.
Definisi Respon
Menurut Djalaludin Rakhmat, respon
adalah suatu kegiatan (activity) dari organisme itu bukanlah semata-mata
suatu gerakan yang positif, setiap jenis kegiatan yang ditimbulkan oleh suatu
perangsang dapat juga disebut respon. Secara umum respon atau tanggapan dapat
diartikan sebagai hasil atau kesan yang didapat dari pengamatan tentang subjek
,peristiwa atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan
menafsirkan pesan-pesan.[9]
Menurut Soenarjo, istilah respon
dalam komunikasi adalah kegiatan komunikasi yang diharapkan mempunyai hasil
atau dalam setelah komunikasi dinamakan efek. Suatu kegiatan komunikasi itu
memberikan efek berupa respon dari komunikasi terhadap pesan yang dilancarkan
oleh komunikator. Sedangkan menurut Poerdarwaminta, respon diartikan sebagai
tenggapan, reaksi dan jawaban. Respon akan muncul dalam penerimaan pesan
setelah terjadinya serangkaian komunikasi.[10]
Respon adalah setiap tingkah laku
pada hakekatnya merupakan tanggapan atau balasan (respon) terhadap rangsangan
atau stimulus.[11]
Respon adalah suatu reaksi atau jawaban yang bergantung pada stimulus atau
merupakan hasil stimulus tersebut tersebut. Individu manusia berperan serta
sebagai pengendali antara stimulus dan respon sehingga yang menentukan
bentuk respon individu terhadap stimulus
adalah stimulus dan faktor individu itu sendiri. Interaksi antara beberapa
faktor dari luar berupa objek, orang-orang dan dalam berupa sikap, mati dan
emosi pengaruh masa lampau dan sebagainya akhirnya menentukan bentuk perilaku
yang ditampilkan seseorang dapat dalam bentuk perilaku yang ditampilkan
seseorang. Respon seseorang dapat dalam bentuk perilaku yang ditampilkan
seseorang.[12]
Apabila respon positif maka orang
yang besangkutan cenderung untuk menyukai atau mendekati objek, sedangkan
respon negative cenderung untuk menjauhi objek tersebut.
2.
Macam-macam
Respon
Istilah respon dalam komunikasi
adalah kegiatan komunikasi yang diharapkan mempunyai hasil atau dalam setelah
komunikasi dinamakan efek. Suatu kegiatan komunikasi memberikan efek nerupa
respon dari komunikasi terhadap pesan yang dilancarkan oleh komunikator.
Menurut Steven M. Chaffe, respon dibagi menjadi 3:
a.
Kognisi
(pengetahuan)
Istilah
kognisi berasal dari kata cognoscare yang artinya mengetahui. Aspek kognisi
banyak mempermasalahkan bagaimana cara memperoleh pehamanan tentang dirinya dan
lingkungannya, serta bagaimana dengan kesadaran itu ia berinteraksi dengan
lingkungannya. Setiap perilaku sadar manusia didahului oleh proses kognisi yang
memberi arah terhadap perilaku dan setiap lahiriahnya baik dirasakan maupun
tidak dirasakan.[13]
b.
Afeksi
Sikap
merupakan kecenderungan untuk bertindak, beroperasi, berfikir dan merasa dalam
menghadapi objek, ide, situasi dab nilai. Sikap timbul dari pengalaman, tidak
dibawa sejak lahir tetapi marupakan hasil belajar. Sikap mempunyai daya dorong
atau motivasi dan bersifat evaluative,
artinya mengandung nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan. Objek sikap
dirasakan adanya motivasi, tujuan, nilai, dan kebutuan. Sikap merupakan
kecenderungan yang berasal dari dalam diri individu untuk berkelakukan dengan
suatu pola tertentu terhadap suatu objek berupa manusia, hewan atau benda
akibat pendirian atau persamaannya terhadap objek tersebut.[14]
c.
Psikomotorik
(Tindakan)
Psikomotorik
yaitu keseluruhan respon (reaksi) yang mencerminkan pilihan seseorang yang
mempunyai akibat (efek) terhadap lingkungannya.[15]
Suatu tinbdakan dilatarbelaknagi oleh adanya kebutuhan dan diarahkan pada
pencapaian sesuatu agar kebutuhan tersebut terpenuhi. Tindakan yang ditujukan
oleh aspek psikomotorik merupakan bentuk keterampilan motorik yang diperoleh peternak
dari suatu proses belajar.[16]
Psikomotorik yang berhubungan dengan kebiasaan bertindak yang merupakan aspek
perilaku yang menetap.[17]
3.
Proses
terjadinya Stimulus Respon
Teori
S-O-R adalah kepanjangan dari Stimulus-Organism-Response. Teori S-O-R berasal dari
psikologi kemudian menjadi teori
komunikasi. Karena objek material dari psikologi dan komunikasi adalah sama
yaitu manusia yang jiwanya meliputi komponen-komponen, sikap, opini, perilaku,
kognisi, afeksi, dan konasi (psikomotorik). Dalam proses berkenaan dengan sikap
adalah aspek “how” bukan “what” atau “why” How to change the attitude,
bagaimana mengubah sikap komunikan dalam proses perubahan sikap. Stimulus atau
pesan yang disampaikan kepada komunikasn mungkin diterima atau ditolak.
Komunikasi akan berlangsung jika ada perhatian dari komunikaan.[18]
Menurtut
stimulus respon ini, efek yang ditimbulkan adalah reaksi khususnya terhadap
stimulus khusus sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan
kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan.[19]
Jadi, unsur-unsur model ini adalah:
a.
Pesan
(stimulus)
b.
Komunikan
(organisme)
c.
Efek (respon)
Stimulus
atau pesan yang disampaikan kepada komunikaan mungkin diterima atau ditolak.
Komunikasi akan berlangsung jika ada perhatian dari komunikan, proses
berikutnya komunikan mengerti. Kemampuan komunikan inilah yang melanjutkan
proses berikutnya, setelah komunikan mengolahnya dan menerimanya maka
terjadilah kesediaan untuk merubah sikap.[20]
Teori
S-O-R adalah salah satu aliran yang mewarnai teori-teori yang terdapat dalam
komunikasi massa. Aliran ini beranggapan bahwa media massa mempunya efek
langsung yang dapat mempengaruhi individu sebagai audien (penonton).
Prinsip stimulus respon pada dasarnya merupakan suatu prinsip belajar yang
sederhana, dimana efek merupakan hasil reaksi terhadap stimuli tertentu. Dengan
demikian seseorang dapat mengharapkan atau memperkirakan suatu kaitan erat
antara pesan-pesan media dan reaksi audien. Elemen-elemen utama dari teori ini
adalah pesan stimulus sesorang dan efek (respon).[21]
4.
Faktor Terbentuknya Respon
Tanggapan yang dilakukan seseorang
dapat terjadi jika terpenuhi faktor penyebabnya. Hal ini perlu diketahui supaya
individu yang bersangkutan dapat menanggapi dengan baik.[22]
Pada proses awalnya individu mengadakan tanggapan tidak hanya dari stimulus
yang yang ditimbulkan oleh keadaan sekitar. Tidak semua stimulus dapat respon
individu, sebab individu melakukan stimulus yang ada persesuaian atau yang
menarik dirinya.[23]
Dengan demikian maka akan ditanggapi adalah individu tergantung pada stimulus
juga tergantung pada individu itu sendiri.
Dengan kata lain, stimulus akan
mendapatkan pemilihan dan individu akan bergantung pada dua faktor:
a.
Faktor internal
Faktor
yang ada dari dalam individu manusia itu sendiri dari dua unsur yakni rohanin
dan jasmani. Seseorang mengadakan tanggapan
terhadap stimulus tetap dipengaruhi oleh eksistensi kedua unsur
tersebut. Apabila terganggu salah satu unsur saja, maka akan melahirkan hasil
tanggapan yang berbeda intensitasnya pada diri individu yang melakukan
tanggapan atau akan berbeda tanggapannya tersebut antara satu orang dengan
orang lain. Unsur-unsur jasmani atau fisiologis meliputu keberadaan dan cara
kerja atau alat indera, perasaan, akal, fantasi, pandangan jiwa, motivasi dan
sebagainya.
b.
Faktor
eksternal
Faktor
yang ada pada lingkungan. faktor ini insensitas dan jenis benda perangsang atau
ornag menyebutnya dengan faktor stimulus.[24]
Bimo walgito dalam bukunya menyebutkan bahwa faktor psikis berhubungan dengan
objek menimbulkan stimulus dan stimulus akan mengenai alat indera.[25]
B.
Kepemimpinan
Perempuan
1. Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah proses di mana
individu memengaruhi sekelompok individu untuk mencapai tujuan bersama. Penetapan
kepemimpinan sebagai suatu proses berarti, bukan sifat yang ada di dalam diri
seorang pemimpin tetapi suatu “transaksi” yang terjadi antara pemimpin dan
pengikut.[26]
Proses mengatakan bahwa pemimpin mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pengikut.
Hal itu menekankan bahwa kepemimpinan itu tidak bersifat linear dan bukan
peristiwa satu arah, tetapi merupakan peristiwa yang interaktif. Kalau
kepemimpinan di definisikan dengan cara ini, maka kepemimpinan dapat di miliki
oleh semua orang.[27]
Hal itu tidak terbatas pada pemimpin yang di tugaskan secara resmi di dalam
suatu kelompok.
Kepemimpinan mencakup pengaruh.
Kepemimpinan peduli dengan cara pemimpin mempengaruhi pengikutnya. Pengaruh
adalah elemen penting kepemimpinan. Tanpa pengaruh, kepemimpinan tidak etis.[28]
Kepemimpinan terjadi di dalam
kelompok.kelompok adalah konteks di mana kepemimpinan terjadi. Kepemimpinan
termasuk aktivitas untuk mempengaruhi sekelompok manusia yang memiliki tujuan
bersama. Bisa saja ini merupakan kelompok tugas kecil, sekelompok komunitas, atau
sekelompok besar orang yang mencakup seluruh organisasi. Kepemimpinan adalah
tentang seorang individu yang mempengaruhi sekelompok orang untuk mencapai
tujuan bersama. Sekelompok orang tersebut diperlukan agar kepemimpinan terjadi.
Program pelatihan kepemimpinan yang mengajari orang-orang untuk memimpin diri
mereka sendiri, tidak dianggap sebagai bagian dari kepemimpinan di dalam
definisi yang ada di dalam diskusi ini.[29]
Kepemimpinan mencakup perhatian
pada tujuan bersama. Pemimpin mengarahkan energy mereka kepada individu yang
mencoba mencapai sesuatu secara bersama. Secara umum bahwasannya pemimpin dan pengikut memiliki tujuan bersama.
Perhatian terhadap tujuan bersama memberi kepemimpinan suatu nada tambahan yang
etis, karena hal itu menekankan kebutuhan bagi pemimpin untuk bekerja bersama
pengikut guna mencapai tujuan tertentu. Penekanan pada mutualitas mengurangi
kemungkinan bahwa pemimpin melakukan tindakan kepada pengikutnya dalam cara
yang tidak etis atau secara paksa. Hal itu juga meningkatkan kemungkinan bahwa
pemimpin dan pengikut akan bekerja bersama demi kebaikan bersama.
Orang yang melaksanakan
kepemimpinan akan disebut pemimpin, dan mereka yang diperintah oleh orang yang
melaksanakan kepemimpinan itu disebut sebgai pengikut. Baik pemimpin maupun
pengikut terlibat bersama dalam proses kepemimpinan. Pemimpin memerlukan
pengikut, dan pengikut memerlukan pemimpin. Walaupun pemimpin dan pengikut
terhubung dengan erat pemimpinlah yang seringkali memulai hubungan, menciptakan
jalinan komunikasi, dan memikul beban untuk mempertahankan hubungan.
Pemimpin memiliki tanggungjawab
etis untuk memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalah pengikut. Seperti
disebutkan oleh Burns kepemimpinan terkadang dilihat dari kaum elit karena kekuasaan penuh dan kegunaan
sering kali dianggap berasal dari pemimpin di dalam hubungan pemimpin-pengikut.
Pemimpin tidak lebih tinggi atau lebih baik dibandingkan pengikut. Pemimpin dan
pengikut harus dipahami dalam hubungannya satu sama lain dan secara kolektif.
Kepemimpinan dan pengikutnya ada dalam hubungan
kepemimpinan secara bersama-sama, dan merupakan dua sisi mata uang yang
sama.[30]
2. Perempuan dan Kepemimpinan
Ketika lebih banyak perempuan yang
menduduki posisi kepemimpinan, pertanyaan seperti apakah mereka memipin dengan
gaya yang berbeda di bandingkan lelaki dan apakah perempuan atau lelaki lebih
efektif sebagai pemimpin, telah mendapat perhatian yang lebih besar. Yang
menarik, penulis di media-media besar menegaskan bahwa ada perbedaan gender
dalam gaya kepemimpinan, dan bahwa kepemimpinan perempuan lebih efektif dalam
masyarakat kontemporer. Tetapi, peneliti memiliki pandangan yang jauh lebih
beragam. Mereka banyak memperdebatkan bahwa gender tidak memiliki hubungan,
atau sebenarnya hanya memiliki sedikit hubungan dengan gaya kepemimpinan dan
keefektifan.
Penelitian awal menganalisis
perbedaan gaya anatara perempuan dan laki-laki yang dibandingkan baik dengan
gaya yang berorientasi tugas dan berorientasi hubungan, atau agay demokratis
dan otokratis. Dalam meta-analisis, Eagly dan Jhonson mendapati bahwa,
berkebalikan dengan penjelasan stereotip, perempuan tidak memimpin daalam sikap
yang lebih berorientasi hubungan dan kurang berorientasi tugas, dibandingkan
lelaki dalam kajian organisasi. Perbedaan ini di dapati hanya dalam latar di
mana perilaku diatur oleh peran social, seperti latar eksperimen. Satu-satunya
perbedaan gender yang kuat yang ditemukan di beragam latar adalah bahwa
perempuan memimpin dengan cara yang lebih demokratis, atau partisipatif, di bandingkan
laki-laki.[31]
Penting untuk mempertimbangkan
hasil ini dalam hubungannya dengan temuan meta-analisis skala besar dari
literature tentang evaluasi pemimpin perempuan dan laki-laki, yang setra di
semua karakteristik dan perilaku kepemimpinan. Kajian ini mengngkapkan bahwa
perempuan tidak terlalu di hargai kalau dibandingkan dengan laki-laki ketika
mereka memimpin dalam cara yang maskulin, ketika mereka menduduki peran
kepemimpinan yang maskulin (pelatih atletik atau majer di pabrik) dan ketika
para pengevaluasinya adalah lelaki. Temuan ini mengiidkasikan bahwa lebih
banyak penggunaan gaya demokratis perempuan yang tampak adaptif, karena mereka
menggunakan gaya yang menghasilkan evaluasi yang paling di sukai.
Penelitian yang lebih baru
menganalisis perbedaan gender dalam kepemimpinan transformasional. Suatu
met-analisis oleh Eagly, Johanessen-schmidt, dan Van-engen menemukan perbedaan
kecil tetapi penting antara pemimpin perempuan dan laki-laki pada gaya ini,
yaitu gaya perempuan cenderung lebih transformasional dari pada laki-laki, dan
perempuan cenderung melakukan imbalan kondisional di bandingkan laki-laki.[32]
Walaupun gaya ini memprediksi kefektifan, temuan terbaru menyatakan bahwa
tindakan yang menyepelekan pemimpin perempuan oleh bawahan laki-laki, terlihat
telah meluas ke pemimpin transformasional perempuan.[33]
Selain gaya kepemimpinan,
keefektifan pemimpin laki-laki dan perempuan telah di nilai dalam sejumlah
kajian. Dalam meta-analisis yang
membandingkan keefektifan pemimpin laki-laki dan perempuan, lelaki dan
perempuan secara keseluruhan sam-sama merupakan pemimpin yang efektif, tetapi
ada perbedaan gender, yaitu perempuan dan laki-laki lebih efektif dlam peran
kepemimpinan yang selaras dengan gender mereka.[34]
Jadi, perempuan kurang efektif di bandingkan laki-laki di dalam posisi militer,
tetapi mereka agak lebih efektif dari pada laik-laki dalam bidang pendidikan,
pemerintahan, dan organisasi layanan social. Mereka juga jauh lebih efektif
dari pada laki-laki yang ada di posisi manajemen menengah, di mana keterampilan
antar pribadi sangat di hargai. Selain itu, perempuan tidak terlalu efektif
dari pada laki-laki, ketika mayoritas bawahan mereka adalah laki-laki atau
ketika kinerja dia sebagai pemimpin lebih banyak di nilai oleh laki-laki.
Secara keseluruhan, penelitian
empiris mendukung perbedaan kecil dalam gaya kefektifan kepemimpinan anatara
laki-laki dan perempuan. Perempuan mengalami sedikit masalah keefektifan dalam
peran pemimpin laki-laki, sementara perna yang lebih feminim menawarkan mereka
sejumlah keuntungan.[35] Selain
itu, perempuan mengungguli laki-laki dalam penggunaan gaya demokratis atau
pasrtisipatif, dan mereka lebih senang menggunakan perilaku kepemimpinan
transformasional serta imbalan kondisional, gaya yang terkait dengan pemikiran
kontemporer dari kepemimpinan yang efektif.[36]
C.
Pengertian
Organisasi
1. Pengertian Organisasi
Dalam bagian ini akan di kemukakan beberapa pandangan tentang konsepsi
organisasi baik dari pandangan klasik maupun pandangan modern. Pandangan klasik
tentang organisasi dinyatakan oleh Max Waber adalah mendemonstrasikan pendapatnya
mengenai birokrasi. Max Waber membedakan suatu kelompok kerja sama, dengan
organisasi masyarakat. Menurut dia, kelompok kerjasama adalah suatu tata
hubungan sosial yang di hubungkan dan di batasi oleh aturan-aturan.
Aturan-aturan ini sejauh mungkin dapat memaksa seseorang untuk melakukan kerja
sebagai suatu fungsinya yang ajek, baik di lakukan oleh pimpinan maupun oleh
pegawai-pegawai administrasi lainnya.[37]
Aspek yang di kemukakan oleh Max Weber ini ialah bahwa suatu
organisasi atau kelompok kerja sama ini mempunyai unsure kekayaan sebagai
berikut :
a. Organisasi merupakan
tata hubungan sosial, dalam hal ini seorang individu melakukan proses interaksi
sesamanya di dalam organisasi tersebut.
b. Organisasi mempunyai
batasan-batasan tertentu, dengan demikian seseorang yang melakukan hubungan
interaksi dengan lainnya tidak atas kemauan sendiri. Mereka di batasi oleh
aturan-aturan tertentu.
c. Organisasi merupakan
suatu kumpulan tata aturan, yang bisa membedakan suatu organisasi dengan
kumpulan-kumpulan kemasyarakatan. Tata aturan ini menyusun proses interaksi di
antara orang-orang yang bekerja sama didalamnya, sehingga interaksi tersebut
tidak muncul begitu saja.
d. Organisasi merupakan
suatu kerangka hubungan yang berstruktur di dalamnya berisi wewenang, tanggung
jawab, dan pembagian kerja untuk menjalankan sesuatu fungsi tertentu. Istilah
lain dari unsure ini ialah terdapatnya hirarki. Konsekuensi dari adanya hirarki
ini bahwa di dalam organisasi ada pimpinan atau kepala dan bawahan atau stap.[38]
Aspek
lain yang barangkali sangat penting di kemukakan di sini, bahwa Max Weber
memberikan tambahan kriteria organisasi di lihat dari sifat kerjasama yang di
lakukan orang-orang tersebut. Sifat keja sama dalam organisasi lebih bercorak
kerja sama asosiatif, dan bukannya kerja sama yang komunal atau kerja
bersama-sama seperti dalam keluarga.[39]
Pengertian-pengertian organisasi yang di
kemukakan di atas adalah hanya beberapa dari sekian banyak rumusan pengertian yang di kemukakan dari sekian banyak rumusan
pengertian yang di kemukakan oleh para ahlinya. Usaha penampilan beberapa
rumusan tersebut merupakan jawaban dari pertanyaan awal tentang apa dan
bagaimana organisasi itu.[40]
Dari pendapat-pendapat di atas, nampaknya
organisasi dapat di rumuskan sebgaian kolektivitas orang-orang yang bekerja
sama secara sadar dan sengaja untuk mencapai tujuan tertentu. Kolektivitas
tersebut berstruktur, berbatas dan beridentitas yang dapat di bedakan dengan
kolektivitas-kolektivitas lainnya.
Organisasi menurut Everett Rogers adalah
suatu sistem individu yang stabil yang bekerja bersama-sama untuk mencapai
tujuan bersama lewat suatu struktur hirarki dan pembagian kerja.[41]
Sedangkan Sondang P. Siagian menyatakan Organisasi adalah setiap bentuk persekutuan
antara dua orang atau lebih yang bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama, dan
terikat secara formal dalam satu ikatan hirarki di mana selalu terdapat
hubungan antara seorang atau sekelompok orang yang disebut pimpinan dan seorang
atau sekelompok orang yang disebut bawahan.[42]
Berbagai literatur tentang teori organisasi memberikan petunjuk bahwa para
ahli lumrah melakukan pembahasan tentang organisasi dari dua segi pandangan,
yaitu organisasi yang ditelaah dengan pendekatan struktural dan organisasi yang
disoroti dengan pendekatan keperilakuan (behavioral
approach). Pendekatan yang sifatnya struktural meyoroti
organisasi sebagai wadah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendekatan
demikian melihat organisasi sebagai sesuatu yang relatif statis.[43]
Organisasi dalam arti statis adalah wadah tempat penyelenggaraan berbagai
kegiatan dengan penggambaran yang jelas tentang hirarkhi kedudukan, jabatan
serta jaringan saluran wewenang dan pertanggungan jawab.[44]
Kelompok
lain dari paradigma organisasi ialah melihat organisasi sebagai suatu organism,
yakni sebgai suatu sistem yang hidup dengan penekananya pada unsur-unsur
manusia sebagai pendukung utamanya. Konsepsi ini tidak lagi memandang produksi
satu-satunya yang paling utama dalam organisasi, sehingga berakibat efisiensi
dan efektivitas merupakan warna dari pencapaian tujuan dalam organisasi
tersebut. Hal ini di anggap penting dalam konsepsi paradigm organism ini ialah
manusianya, yang mempunyai keseimbangan dengan faktor lingkungan. Pandangan
baku dari konsepsi ini ialah menganalisis organisasi dalam situasi yang
senyatanya, dan tidak memandang model normatif sebagai satu-satunya hampiran
bagi analisis organisasi. Oleh karena itu pendekatan dari paradigm organism ini
banyak mempergunakan pendekatan sistem terbuka ini, paradigm ini banyak
mempertimbangkan variabel-variabel yang jauh berbeda dan lebih luas di
bandingkan sistem tertutup. Kalau di dalam konsep tradisional atau klasik
mereka banyak mempertimbangan hal-hal yang berhubungan dengan struktur variabel-variabel
yang berkaitan dengana struktur seperti misalnya hirarki, wewenang, tanggung
jawab. Maka dalam konsepsi sistem terbuka maka lebih menitik beratkan pada
faktor manusianya dan cara manusia tersebut berperilaku dalam kegiatan-kegiatan
organisasi yang senyatanya. Adapun perilaku orang-orang tersebut banyak di
tentukan oleh faktor lingkungannya di samping dari faktor dirinya sendiri.
Itulah sebabnya konsepsi ini memperhitungkan variabel-variabel lingkungan.[45]
2.
Fungsi Organisasi
Organisasi
mempunyai beberapa fungsi diantaranya adalah:
a.
Memenuhi
Kebutuhan Pokok Organisasi
Setiap
organisasi mempunyai kebutuhan pokok masing-masing dalam rangka kelangsungan
hidup organisasi tersebut. Kadang-kadang beberapa organisasi memerlukan
barang-barang yang berharga, tenaga kerja yang terampil, gedung yang bersih dan
lengkap peralatannya. Semuanya ini merupakan tanggung jawab organisasi untuk
memenuhinya dan tanggung jawab anggotalah yang membantu organisasi dalam
menentukan barang-barang yang diperlukan.[46]
b. Mengembangkan Tugas dan Tanggung Jawab
Kebanyakan
organisasi bekerja dengan bermacam-macam standar etis tertentu. Ini berarti
bahwa organisasi harus hidup sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh
organisasi maupun standar masyarakat dimana organisasi itu berada. Standar ini
memberikan organisasi satu set tanggung jawab yang harus dilakukan oleh para
anggota organisasi, baik itu ada hubungannya dengan produk yang mereka buat
atau tidak.[47]
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan dan Desain Penelitian
Kegunaan
dari suatu penelitian menurut Nazir adalah untuk menyelidiki suatu keadaan, dan
konsekuensi dari keadaan tersebut.[48]
Dalam penelitian, dikenal adanya dua metodologi (proses, prinsip dan prosedur
yang ditempuh seorang peneliti dalam mendekati permasalahan dan mencari
jawabannya) yang dikenal dengan istilah kualitatif dan kuantitatif.[49]
Metodologi
penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, karena pendekatan
kuantitatif dapat menghasilkan data yang akurat setelah perhitungan yang tepat.
Pendekatan kuantitatif merupakan salah satu pendekatan dalam penelitian yang
lebih ditekankan pada data yang dapat dihitung untuk menghasilkan penafsiran
kuantitatif yang kokoh.[50]
Metode
penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan
pada filasafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel
tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random,
pengumpulan data menggunakan instrument penelitian, analisis data bersifat
kuantitatif statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah
ditetapakan. Penelitian kuantitatif
sifatnya objektif, sehingga kita bisa melihat langsung sebuah keadaan.[51]
Sedangkan desain penelitian ini adalah deskriptif.
Penelitian
deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan
fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan
manusia. Fenomena itu bisa berupa bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan,
hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan fenomena
lainnya.[52] Penelitian
deskriptif merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan dan
menginterpretasikan sesuatu, misalnya kondisi atau hubungan yang ada, pendapat
yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang terjadi,
atau tentang kecendrungan yang tengah berlangsung.
Penelitian ini dipusatkan untuk mengetahui respon
mahasiswa Prodi Bimbingan dan Penyuluhan Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Jakarta semester III, V dan anggota LSO.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian mengenai judul ini dilakukan di Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Adapun alasan
memilih lokasi ini, karena:
1.
Lokasi
penelitian sangat mudah dijangkau oleh peneliti.
2.
Peneliti
merupakan Mahasiswi Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam di Fakultas Dakwah
dan Ilmu Komunikasi, sehingga data dapat dengan mudah diakses.
3.
Adanya
keterbatasan biaya, waktu dan tenaga yang dimiliki oleh peneliti.
Adapun waktu pelaksanaan penelitian dilakukan selama
1 bulan yaitu bulan Desember 2014.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi, yaitu keseluruhan
subjek penelitian untuk keperluan penelitian. Menurut Masri Singarimbun dan
Sofian Efendi “Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisa yang
ciri-cirinya akan di duga”.[53]
Populasi dari penelitian ini
adalah Mahasiswa/i Aktif Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Semester III, V dan
beberapa anggota LSO. Pada tahun akademik 2012/2013 Mahasiswa semester III yang
masih aktif itu berjumlah 66 orang yang terdiri dari dua kelas A dan B. Kelas A
35 orang dan kelas B 31 orang. Mahasiswa semester V yang masih aktif itu
berjumlah 33 orang yang terdiri dari satu kelas dan beberapa anggota LSO yang
berjumlah 13. Jadi, jumlah keseluruhan populasi adalah 112 orang.
Sampel adalah bagian dari
populasi yang diambil melalui cara-cara tertentu yang juga memiliki
karakteristik tertentu, jelas dan lengkap yang dianggap dapat mewakili populasi
tersebut. Menurut Suharsimi Arikunto, “Apabila objeknya kurang dari 100, lebih
baik diambil semuanya. Selanjutnya jika jumlah subjeknya besar dapat diambil
10-15% atau 20-25%, tergantung setidak-tidaknya dari kemampuan peneliti dilihat
dari segi waktu, tenaga, dan dana”.[54]
Menarik
sampel atau bagian populasi yang representatif, dilakukan dengan dua teknik
penarikan, yaitu :
1. Probability Sampling (penarikan
sampel secara acak)
Penarikan
sampel didasarkan pada pendugaan obyektif dari karakteristik populasi secara
aca. Yakni setiap anggota populasi memiliki kesempatan dan peluang yang sama
untuk dipilih menjadi sampel. Beberapa teknik penarikan sampel secara acak :
a.
Random sederhana
b.
Random sistematik
c.
Random berjenjang
d.
Random berumpun
e.
Random area
f.
Random bertahap ganda.[55]
2. Non Probability Sampling (penarikan
sampel tidak acak)
Penarikan
sampel dilakukan dengan mengandalkan pada pengetahuan, kepercayaan dan
pengalaman peneliti sendiri. Teknik ini disamping biasanya karena menjadi
alternatif bagi penghematan biaya, waktu dan tenaga, juga dipilih karena
pertimbangan tidak adanya kerangka sampel yang mewakili keseluruhan populasi.
Dengan teknik ini, anggota populasi tidak diberi peluang yang sama untuk
menjadi sampel, karena pertimbangan tertentu. Yang termasuk teknik non random ini adalah :[56]
a.
Accidental
Sampling
Peneliti memilih orang-orang atau
responden yang terdekat dengannya atau memilih responden yang pertamakali
berhasil dijumpai.
b.
Quota
Sampling
Analogi dari sampel stratifikasi
pada penarikan sampel, dimana ada lapisan-lapisan yang ditenukan oleh peneliti.
c.
Snow
Ball Sampling
Peneliti mulai menarik dari satu orang
yang diharapkan memberikan informasi untuk menarik sampel berikutnya.[57]
Penentuan
sampel penelitian ini dengan menggunakan teknik Accidental Sampling, yaitu peneliti memilih orang-orang atau
responden yang terdekat dengan peneliti. Adapun
penghitungan besarnya sample dari populasi di atas dengan cara mengambil 35%
dari jumlah mahasiswa aktif semester III yang berjumlah 66 orang menjadi 23
orang, 50% dari jumlah mahasiswa aktif semester V yang berjumlah 33 orang
menjadi 17 orang, dan beberapa anggota LSO yang berjumlah 13 orang. Jadi, total
keseluruhan sample adalah 53 orang.
D. Variabel dan Definisi Operasional
Variabel adalah
segala sesuatu yang menunjukkan adanya variasi (bukan hanya satu macam saja),
baik bentuknya, besarnya, kualitasnya, nilainya, warnanya dan sebagainya.[58]
Dalam proses penganalisanya, penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu
sebagai berikut:
1.
Variabel Independen
(variabel bebas), adalah variabel yang akan mempengaruhi secara positif atau
negatif, variabel terikat dalam pola hubungannya. Variabel independen pada
penelitian ini adalah kepemimpinan perempuan dalam organisasi LSO (lembaga semi
otonom) di Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
2.
Variabel Dependen
(variabel tidak bebas atau terikat), adalah variabel yang dipengaruhi oleh
variabel bebas. Pembedaan variabel ini kita lakukan jika kita akan
menghubungkan atau mengkaitkan satu variabel dengan variabel yang lain. Akan
tetapi, bila kita hanya akan menggambarkan bagaimana kondisi variabel yang terkandung
dalam tiap- tiap masalah, pembedaan variabel tidak perlu, cukup kita
menyebutkan variabelnya saja. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah
mengenai respon mahasiswa yang meliputi
kognitif, afektif, dan konatif.
Definisi
operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana cara mengukur
suatu variabel, dengan kata lain definisi operasional adalah semacam petunjuk
pelaksanaan bagaimana caranya mengukur variabel. Definisi operasional adalah
suatu informasi ilmiah yang sangat membantu peneliti lain yang menggunakan
variabel yang sama.[59]
NO
|
VARIABEL
|
DEFINISI
OPERASIONAL
|
INDIKATOR
|
PERNYATAAN
|
1
|
Respon
Kognitif
|
Kognitif adalah pengetahuan mahasiswa tentang kepemimpinan
perempuan.
|
Sikap
dalam berorganisasi.
|
1.Organisasi adalah suatu wadah untuk mengembangkan diri.
2.Visi,
Misi dan Tujuan organisasi sesuai dengan prinsip hidup saya.
3.Saya
aktif di organisasi LSO fakultas.
4.Saya
mengisi waktu luang saya dengan berorganisasi.
5.Saya
dapat ilmu pengetahuan tentang cara berorganisasi yang baik.
6.Saya
dengan senang hati mengikuti kegiatan atau acara organisasi LSO fakultas.
7.Saya
lebih mementigkan organisasi dari pada kuliah
8.Saya
mampu berkomunikasi dengan baik setelah mengikuti organisasi.
9.Saya
orang yang berpengaruh dalam organisasi LSO fakultas.
10.Saya
merupakan organisatoris yang handal dan dapat bertugas dengan baik.
11.Saya
merasa bangga aktif di organisasi.
12.Saya
menerima semua kritikan yang membantu untuk lebih baik dalam berorganisasi.
13.Saya
patuh terhadap semua aturan yang ada dalam organisasi LSO.
14.Jika
saya diam saya tidak akan mendapatkan ilmu berorganisasi yang baik.
15.Dalam
berorganisasi menambah pengetahuan dan wawasan yang luas.
16.Organisasi
itu penting untuk mendapat pengetahuan baru.
17.Saya
berorganisasi di waktu luang jam mata kuliah.
|
2
|
Respon
Afektif
|
Afektif adalah keberanian responden mencalonkan menjadi seorang
pemimpin dalam organisasi LSO.
|
Sikap
dan perilaku setelah berorganisasi.
|
1.Saya
menampilkan sikap atau tindakan yang menunjukan kepercayaan diri dalam
organisasi LSO fakultas.
2.Saya
bersikap tegas dalam berorganisasi dalam LSO fakultas.
3.Saya
melaksanakan tugas dengan baik dalam berorganisasi LSO fakultas.
4.Saya
berusaha setenang mungkin dalam setiap pengambilan keputusan saat
bermusyawarah.
5.Saya
selalu mendiskusikan pendapat saya kepada orang lain.
6.Saya
selalu mengeluarkan pendapat saat sedang musyawarah.
7.Saya
bersikap profesional dalam menjalankan tugas dalam organisasi.
8.Saya
mengikuti peraturan dan prosedur organisasi.
9.Saya
mengenal banyak teman selain dari jurusan setelah mengikuti organisasi.
10.Saya
dan anggota lain selalu evaluasi jika mengalami miskomunikasi.
11.Selama
saya berada di dalam organisasi pemikiran selalu di hargai
12.Dengan
mengikuti organisasi banyak waktu kuliah yang terabaikan.
13.Saya
mendapatkan banyak ilmu dan pengalaman selama berada di organisasi yang di
jalani.
14.Saya
senang menjadi anggota, karena mendapatkan tugas yang sesuai dengan tanggung
jawab.
15.Saya
tidak ingin menjadi anggota organisasi karena tidak ada untungnya.
16.Menurut
saya berada di dalam organisasi membuat kuliah terbengkalai.
17.Organisasi
tidak menjamin masa depan saya.
1.8Dengan
mengikuti organisasi saya menemukan ilmu pengetahuan dan wawasan yang tidak
ditemukan di bangku kuliah.
|
3
|
Respon
Konatif
|
Konatif adalah jika ada kesempatan, perempuan mampu
berpartisipasi aktif dalam organisasi LSO.
|
Sikap
yang Anda miliki.
|
1.Saya
membiasakan diri untuk disiplin.
2.Saya
bersikap jujur.
3.Saya
bersikap tanggung jawab.
4.Saya
bekerja keras dalam menyukseskan kegiatan atau acara.
5.Saya
menyampaikan informasi dengan jelas.
6.Saya
merasa bersalah dalam melaksanakan kegiatan jika gagal melaksanakannya.
7.Saya
tidak pernah mengeluh saat melaksanakan tugas.
8.Saya
mudah terpengaruh oleh orang lain.
9.Saya
selalu berfikir dulu sebelum bertindak atau mengambil keputusan dalam setiap
kegiatan.
10Saya
bersikap rendah hati.
|
4
|
Kepemimpinan
|
Kepemimpinan
adalah kemampuan perempuan memimpin organisasi LSO.
|
Kepemimpinan
perempuan dalam organisasi.
|
1.Saya
menyetujui adanya emansipasi wanita.
2.Saya
menyetujui adanya teori gender.
3.Saya
termasuk orang yang sensitif gender.
4.Saya
menyadari perempuan mempunyai hak untuk menjadi pemimpin dalam organisasi LSO
di Fakultas.
5.Perempuan
mempunyai wawasan yang sama dengan laki-laki
mengenai organisasi.
6.Perempuan
mampu berpartisipasi aktif dalam organisasi LSO di Fakultas.
7.Keberadaan
perempuan sangat dibutuhkan dalam organisasi.
8.Perempuan
tidak akan berhasil jika memimpin sebuah organisasi.
9.Laki-laki
mempunyai kesempatan lebih menjadi pemimpin dibandingkan perempuan.
10.Laki-laki
selalu memberikan kesempatan kepada perempuan untuk berperan aktif dalam
organisasi.
11.Perempuan
tidak mempunyai kesempatan yang sama dengan laki-laki menjadi pemimpin.
12.Perempuan
mempunyai ide dan wawasan lebih dibandingkan laki-laki.
13.Organisasi
lebih efisien jika dipimpin perempuan.
14.Perempuan
mempunyai cara yang bagus dalam mengajak para anggotanya.
15.Pemimpin
perempuan mampu bekerjasama dengan anggotanya.
16.Pemimpin
laki-laki mampu bekerjasama dengan anggotanya.
17.Laki-laki
lebih berwibawa daripada perempuan.
18.Perempuan
lebih memahami anggotanya dibandingkan laki-laki.
19.Kepemimpinan
perempuan lebih efektif dibandingkan laki-laki.
20.Perempuan
juga bisa menjadi pemimpin
|
E. Hipotesa
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian,
oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk
kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan
pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang
diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi, hipotesis juga dapat dinyatakan
sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian , belum jawaban
yang empiric.[60]
Berdasarkan pemaparan di atas maka dapat dirumuskan
hipotesis bahwa terdapat respon dari mahasiswa Bimbingan dan Penyuluhan Islam
angkatan 2012, 2013 (mahasiswa aktif semester III dan V) dan anggota LSO
terhadap kepemimpinan perempuan dalam organisasi LSO di Fakultas Dakwah dan
Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
F. Teknik Pengumpulan Data
Jenis
penelitian ini adalah Eksperimen semu yaitu, bertujuan untuk memperoleh
informasi yang merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat di peroleh dengan
experimen yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk
mengontrol atau memanipulasikan semuah variable yang relefan. Si peneliti harus
mengerti dengan jelas kompromi-kompromi apa yang ada pada validitas internal
dan validitas external. Rencananya dan berbuat dengan keterbatasan-keterbatasan
tersebut.[61]
Dalam
penelitian ini peneliti ingin mengetahui respon mahasiswa Jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan Islam semester III, V dan beberapa anggota LSO terhadap kepemimpinan
perempuan dalam LSO (lembaga semi otonom) di Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Teknik Pengumpulan Data dikumpulkan melalui beberapa cara
yaitu melalui angket. Desain pengukuran menggunakan model skala Likert.
1.
Angket
Angket adalah suatu
daftar yang berisikan rangkaian pertanyaan mengenai suatu masalah atau bidang
yang akan diteliti. Untuk memperoleh data, angket disebarkan kepada responden
(orang-orang yang menjawab jadi yang diselidiki), terutama pada penelitian
eksperimen.[62]
Jenis angket yang
dipakai adalah Angket Tertutup, yaitu pernyataan atau pertanyaan
yang jawabannya sudah ditentukan dan disusun terlebih dahulu, sehingga
responden tidak mempunyai kebebasan untuk memilih jawaban kecuali jawaban yang
sudah disediakan.[63]
Dalam pengumpulan data, penelitian ini dapat
memberikan kuesioner secara langsung kepada responden yang dapat dijadikan
sampel, kemudian peneliti menunggu sampai pengisian kuesiner ini selesai.
2. Desain
Pengukuran
Penelitian
ini menggunakan Pengumpulan Data menggunakan model skala Likert. Skala Likert
digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang tentang
fenomena sosial.[64]
Untuk memperoleh data dalam penelitian, peneliti menggunakan model skala Likert
dengan 4 kategori pilihan jawaban dan masing-masing kategori memiliki nilai
tertentu, baik pernyatan favorable
maupun unforable.
Penelitian dari 4 kategori jawaban dapat dilihat
pada tabel 1 berikut:
Tabel 1. Bobot
Nilai
Pilihan
|
Favorable
|
Unforable
|
Sangat
Setuju (SS)
|
4
|
1
|
Setuju
(S)
|
3
|
2
|
Tidak
Setuju (TS)
|
2
|
3
|
Sangat
Tidak Setuju (STS)
|
1
|
4
|
G. Teknik Analisa Data
Teknik analisa data merupakan
proses paling penting dalam sebuah penelitian. Hal ni didasarkan argumentasi
bahwa dalam analisa inilah data di peroleh peneliti bisa dterjemahkan menjadi
hasil yang sesuai dngan kaidah ilmiah. Dalam
hal analisa data digunakan bentuk analisa dengan menggunakan jenis distribusi
frekuensi.
a.
Deskriptif, data–data yang diperoleh
melalui angket, kemudian diproses dengan beberapa tahapan, sebagai berikut :
1. Evaluasi,
memeriksa jawaban-jawaban responden untuk diteliti, ditelaah dan dirumuskan
pengelompokannya untuk memperoleh data-data yang akurat.
2. Tabulasi,
yaitu memindahkan jawaban-jawaban responden yang diperoleh dari angket ke dalam
bentuk tabel yang berdasarkan tema-tema di BAB IV, kemudian dicari frekuensinya
dan prosentasenya untuk dianalisa.
3.
Kesimpulan, memberikan kesimpulan dari
hasil analisa dan penafsiran data. Semua tahapan tersebut akhirnya dijelaskan
pendeskripsiannya menjadi bermakna.
Setelah
data terkumpul dari hasil pengumpulan data, perlu segera digarap oleh staf
peneliti, khususnya yang bertugas mengolah data. Di dalam buku lain sering
disebut pengolahan data. Ada yang menyebut data prepation, ada pula data
analysis (analisis data).[65]
Adapun teknik analisis data dari penelitian ini
adalah dengan:
a. Menghitung
rata-rata
MEAN (RATA-RATA) X̅ = Ʃ Xi=1
Atau
b.
Standar Deviasi
c. Mengkategorikan
hasil yang di dapat
Jika tinggi (T) = X̅+ SD atau hasil yang didapat berada di atas standar
deviasi.
Jika sedang (S)= X̅ atau hasil yang di dapat berada di bawah
standar deviasi.
Jika rendah (R) = X̅ - SD atau hasil yang
didapat berada di bawah standar deviasi.
Ada beberapa teknik analisis data dari penelitian
ini adalah dengan:
a) Editing,
yaitu memeriksa jawaban-jawaban responden untuk diteliti, telaah dan dirumuskan
pengelompokkannya untuk memperoleh data yang benar-benar sempurna.
b) Tabulating,
yaitu mentabulasikan atau memisahkan jawaban-jawaban respom dalam tabel,
kemudian dicari prosentasenya untuk dianalisa. Termaksud dalam kegiatan ini
antara lain, memberikan scoring, memberikan kode terhadap item-item yang
tidak diberi skor, mengubah jenis data dan memberikan kode (coding) dalam
hubungan dengan pengolahan data.
c) Analisa
dan interpretasi, yaitu membunyikan data kuantitatif dalam bentuk pengolahan
data.
d) Kesimpulan,
yaitu penulis memberikan kesimpulan dari hasil analisa dan interpretasi data.
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISA DATA
A.
Uji Validitas
Dan Realibilitas Angket
Dalam penelitian ini, uji validitas internal dilakukan atas
item-item pernyataan pada angket yaitu dengan jalan menghitung corrected item to total correlation. Teknik analisa data
penelitian ini menggunakan tabel silang dengan
menggunakan komputer program SPSS. Berikut adalah uji validitas pada variable
Respon Mahasiswa Terhadap Kepemimpinan Perempuan.
Untuk melakukan analisis validitas dapat digunakan metode Pearson Product Moment (bila sampel
normal, >30) ataupun metode Spearman
Rank Correlation (bila sampel kecil, <30), dan dikatakan valid karena
mempunyai nilai corrected item to total
correlation diatas skor 0.361.[66]
Butir yang Valid dengan rumus Pearson Product Moment
skor sebesar 0, 361 taraf signifikasi sebesar 5%
No Urut Butir
|
Pertanyaan
|
Angka
|
Valid
|
|
Variabel
Kognitif
|
||
1
|
Organisasi adalah suatu wadah untuk mengembangkan diri.
|
0.473
|
Valid
|
2
|
Visi, Misi dan Tujuan organisasi
sesuai dengan prinsip hidup saya.
|
0.369
|
Valid
|
3
|
Saya aktif di
organisasi LSO fakultas.
|
0.517
|
Valid
|
4
|
Saya mengisi
waktu luang saya dengan berorganisasi.
|
0.719
|
Valid
|
5
|
Saya dapat ilmu pengetahuan tentang cara berorganisasi yang baik.
|
0.671
|
Valid
|
6
|
Saya dengan senang hati mengikuti kegiatan atau acara organisasi
LSO fakultas.
|
0.665
|
Valid
|
8
|
Saya mampu berkomunikasi dengan baik setelah mengikuti
organisasi.
|
0.731
|
Valid
|
9
|
Saya orang yang berpengaruh dalam organisasi LSO fakultas.
|
0.411
|
Valid
|
10
|
Saya merupakan organisatoris yang handal dan dapat bertugas
dengan baik.
|
0.491
|
Valid
|
11
|
Saya merasa bangga aktif
di organisasi.
|
0.636
|
Valid
|
12
|
Saya menerima semua kritikan yang membantu untuk lebih baik dalam
berorganisasi.
|
0.627
|
Valid
|
13
|
Saya patuh terhadap semua aturan yang ada dalam organisasi LSO.
|
0.611
|
Valid
|
14
|
Jika saya diam saya tidak akan mendapatkan ilmu berorganisasi
yang baik.
|
0.599
|
Valid
|
15
|
Dalam berorganisasi menambah pengetahuan dan wawasan yang luas.
|
0.619
|
Valid
|
16
|
Organisasi itu penting untuk mendapat pengetahuan baru.
|
0.453
|
Valid
|
17
|
Saya berorganisasi di waktu luang jam mata kuliah.
|
0.672
|
Valid
|
Butir yang Tidak valid dengan rumus Pearson Product
Moment skor sebesar 0, 361 taraf signifikansi sebesar 5%
No Urut Butir
|
Pertanyaan
|
Angka
|
Tidak Valid
|
Variabel
Kognitif
|
|||
7
|
Saya
lebih mementigkan organisasi dari pada kuliah
|
0.265
|
Tidak Valid
|
Butir yang Valid dengan rumus Pearson Product Moment
skor sebesar 0, 361 taraf signifikasi sebesar 5%
No Urut Butir
|
Pertanyaan
|
Angka
|
Valid
|
Variabel
Afektif
|
|||
1
|
Saya menampilkan sikap atau tindakan yang menunjukan kepercayaan
diri dalam organisasi LSO fakultas.
|
0.731
|
Valid
|
2
|
Saya bersikap tegas dalam berorganisasi dalam LSO fakultas.
|
0.597
|
Valid
|
3
|
Saya melaksanakan tugas dengan baik dalam berorganisasi LSO
fakultas.
|
0.531
|
Valid
|
4
|
Saya berusaha setenang mungkin dalam setiap pengambilan keputusan
saat bermusyawarah.
|
0.680
|
Valid
|
5
|
Saya selalu mendiskusikan pendapat saya kepada orang lain.
|
0.600
|
Valid
|
6
|
Saya selalu mengeluarkan pendapat saat sedang musyawarah.
|
0.491
|
Valid
|
7
|
Saya bersikap profesional dalam menjalankan tugas dalam
organisasi.
|
0.690
|
Valid
|
8
|
Saya mengikuti peraturan dan prosedur organisasi.
|
0.606
|
Valid
|
9
|
Saya mengenal banyak teman selain dari jurusan setelah mengikuti
organisasi.
|
0.629
|
Valid
|
10
|
Saya dan anggota lain selalu evaluasi jika
mengalami miskomunikasi.
|
0.666
|
Valid
|
11
|
Selama saya berada di dalam
organisasi pemikiran selalu di hargai
|
0.628
|
Valid
|
13
|
Saya mendapatkan banyak ilmu dan
pengalaman selama berada di organisasi yang di jalani.
|
0.630
|
Valid
|
14
|
Saya
senang menjadi anggota, karena mendapatkan tugas yang sesuai dengan tanggung
jawab.
|
0.631
|
Valid
|
15
|
Saya
tidak ingin menjadi anggota organisasi karena tidak ada untungnya.
|
0.409
|
Valid
|
16
|
Menurut
saya berada di dalam organisasi membuat kuliah terbengkalai.
|
0.585
|
Valid
|
17
|
Organisasi
tidak menjamin masa depan saya.
|
0.419
|
Valid
|
18
|
Dengan
mengikuti organisasi saya menemukan ilmu pengetahuan dan wawasan yang tidak
di temukan di bangku kuliah.
|
0.464
|
Valid
|
Butir yang Tidak valid dengan rumus Pearson Product
Moment skor sebesar 0, 361 taraf signifikansi sebesar 5%
No Urut Butir
|
Pertanyaan
|
Angka
|
Tidak Valid
|
Variabel
Afektif
|
|||
12
|
Dengan
mengikuti organisasi banyak waktu kuliah yang terabaikan.
|
0.281
|
Tidak Valid
|
Butir yang Valid dengan rumus Pearson Product Moment
skor sebesar 0, 361 taraf signifikasi sebesar 5%
No Urut Butir
|
Pertanyaan
|
Angka
|
Valid
|
Variabel
Konatif
|
|||
1
|
Saya membiasakan diri untuk disiplin.
|
0.628
|
Valid
|
2
|
Saya bersikap jujur.
|
0.559
|
Valid
|
3
|
Saya bersikap tanggung jawab.
|
0.444
|
Valid
|
4
|
Saya bekerja keras dalam menyukseskan kegiatan atau acara.
|
0.508
|
Valid
|
5
|
Saya menyampaikan informasi dengan jelas.
|
0.837
|
Valid
|
7
|
Saya tidak pernah mengeluh saat melaksanakan tugas.
|
0.480
|
Valid
|
9
|
Saya selalu berfikir dulu sebelum bertindak atau mengambil
keputusan dalam setiap kegiatan.
|
0.501
|
Valid
|
10
|
Saya bersikap rendah hati.
|
0.410
|
Valid
|
Butir yang Tidak valid dengan rumus Pearson Product
Moment skor sebesar 0, 361 taraf signifikansi sebesar 5%
No Urut Butir
|
Pertanyaan
|
Angka
|
Tidak Valid
|
Variabel
Konatif
|
|||
6
|
Saya merasa bersalah dalam melaksanakan kegiatan jika gagal
melaksanakannya.
|
0.217
|
Tidak Valid
|
8
|
Saya mudah terpengaruh oleh orang lain.
|
0.154
|
Tidak Valid
|
Butir yang Valid dengan rumus Pearson Product Moment
skor sebesar 0, 361 taraf signifikasi sebesar 5%
No Urut Butir
|
Pertanyaan
|
Angka
|
Valid
|
Variabel
Kepemimpinan Perempuan
|
|||
1
|
Saya menyetujui adanya emansipasi wanita.
|
0.485
|
Valid
|
16
|
Pemimpin laki-laki mampu bekerjasama dengan anggotanya.
|
0.400
|
Valid
|
Butir yang Tidak valid dengan rumus Pearson Product
Moment skor sebesar 0, 361 taraf signifikansi sebesar 5%
No Urut Butir
|
Pertanyaan
|
Angka
|
Tidak Valid
|
Variabel
Kepemimpinan Perempuan
|
|||
2
|
Saya menyetujui adanya teori gender.
|
0.153
|
Tidak Valid
|
3
|
Saya termasuk orang yang sensitif gender.
|
0.093
|
Tidak Valid
|
4
|
Saya menyadari perempuan mempunyai hak untuk menjadi pemimpin
dalam organisasi LSO di Fakultas.
|
0.324
|
Tidak Valid
|
5
|
Perempuan mempunyai wawasan yang sama dengan laki-laki mengenai organisasi.
|
0.301
|
Tidak Valid
|
6
|
Perempuan mampu berpartisipasi aktif dalam organisasi LSO di
Fakultas.
|
0.307
|
Tidak Valid
|
7
|
Keberadaan perempuan sangat dibutuhkan dalam organisasi.
|
0.298
|
Tidak Valid
|
8
|
Perempuan tidak akan berhasil jika memimpin sebuah organisasi.
|
0.073
|
Tidak Valid
|
9
|
Laki-laki mempunyai kesempatan lebih menjadi pemimpin
dibandingkan perempuan.
|
0.227
|
Tidak Valid
|
10
|
Laki-laki selalu memberikan kesempatan kepada perempuan untuk
berperan aktif dalam organisasi.
|
0.225
|
Tidak Valid
|
11
|
Perempuan tidak mempunyai kesempatan yang sama dengan laki-laki
menjadi pemimpin.
|
0.002
|
Tidak Valid
|
12
|
Perempuan mempunyai ide dan wawasan lebih dibandingkan laki-laki.
|
0.011
|
Tidak Valid
|
13
|
Organisasi lebih efisien jika dipimpin perempuan.
|
0.164
|
Tidak Valid
|
14
|
Perempuan mempunyai cara yang bagus dalam mengajak para
anggotanya.
|
0.038
|
Tidak Valid
|
15
|
Pemimpin perempuan mampu bekerjasama dengan anggotanya.
|
0.119
|
Tidak Valid
|
17
|
Laki-laki lebih berwibawa daripada perempuan.
|
0.070
|
Tidak Valid
|
18
|
Perempuan lebih memahami anggotanya dibandingkan laki-laki.
|
0.116
|
Tidak Valid
|
19
|
Kepemimpinan perempuan lebih efektif dibandingkan laki-laki.
|
0.031
|
Tidak Valid
|
20
|
Perempuan juga bisa menjadi pemimpin
|
0.011
|
Tidak Valid
|
Dari tabel diatas menunjukan bahwa sebagian besar item pada Variabel
Kognitif, Afektif, Konatif dan Kepemimpinan dinyatakan valid karena mempunyai
nilai corrected item to total correlation
diatas skor 0.361. Dengan demikian secara umum, indikator dari Variabel
Kognitif, Afektif, Konatif dan Kepemimpinan Mahasiswa Aktif Sememter III, Semester
V Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam dan anggota LSO Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sudah teruji sehingga dapat
digunakan untuk penelitian selanjutnya.
Uji selanjutnya dilakukan untuk mengetahui sejauh mana hasil
pengukuran dapat dilakukan kemantapan dan ketepatannya, yaitu dengan uji
relibilitas. Cara menghitung reliabilitas pengukuran adalah dengan menghitung
koefisien reabilitas Cronbach’s Alpha.
Apabila alpha hitung di atas 0,6 maka menurut Malhotra dapat simpulkan bahwa
pernyataan yang digunakan untuk mengukur masing-masing variabel dapat
diandalkan (reliabel).
|
B.
Sekilas
Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Sekilas
Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam
Program
Studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI) bertujuan menyiapkan ilmuwan dakwah
yang bermoral tinggi serta memiliki keterampilan dalam memberikan bimbingan dan
Penyuluhan agama Islam baik dalam keluarga maupun masyarakat Muslim secara
profesional.
Menurut
data yang ada, alumni BPI tersebar di berbagai wilayah, baik di dalam maupun di
luar negeri, antara lain Jakarta dan sekitarnya, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Timor Timur, Malaysia, dan Thailand. Mereka
bekerja dalam berbagai instansi dan menggeluti profesi yang berkaitan dengan
bimbingan dan penyuluhan. Namun, tidak sedikit di antara mereka juga menggeluti
profesi-profesi yang berkaitan dengan bimbingan dan penyuluhan. Antara lain
mereka bekerja sebagai tenaga penyuluh atau konselor di lembaga pendidikan,
rumah sakit, pusat-pusat rehabilitasi, dan LSM. Gelar akademik Program Studi
BPI adalah Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I).
Seringkali kita menganggap bimbingan penyuluhan
sosial sama dengan bimbingan penyuluhan di Fakultas pendidikan, padahal antara
bimbingan penyuluhan sosial dan bimbingan penyuluhan sangat berbeda jauh baik
dilihat dari paradigma, orientasi maupun metode pelaksanaannya. Paradigma bimbingan penyuluhan
sosial adalah menggunakan paradigma komunitas artinya obyek utama yang dianggap
sentral yang harus diintervensi adalah komunitas dan bukan individu. Hal ini
tentu saja sangat berbeda dengan bimbingan penyuluhan biasa yang menjadikan
individu atau personal sebagai obyek intervensi. Karena padigma yang berbeda
tersebut maka metode yang digunakan oeh bimbingan penyuluhan sosial juga sangat
berbeda dengan bimbingan penyuluhan. Bimbingan penyuluhan sosial menggunakan
metode intervensi makro dimana pengembangan dan pemberdayaan masyarakatlah yang
menjadi sasaran kajian. Metode ini bertujuan untuk menciptakan kemandirian
dalam masyarakat (lebih detail tentang metode ini akan dibahas pada bahasan
selanjutnya) Berbeda dengan bimbingan penyuluhan sosial, bimbingan penyuluhan
biasa menggunakan Intervensi mikro yang menjadikan individu sebagai obyek utama
yang harus diselesaikan masalah-masalahnya.[67]
2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini mengambil objek mahasiswa/i aktif semester III, semester V Jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan Islam dan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran kuesioner
yang dilakukan selama empat hari pada tanggal 2-5 Januari 2015. Kuesioner yang
disebarkan sebanyak 53 lembar eksemplar dengan jumlah pengembalian 53 lembar
kuesioner sebagai data yang bisa di olah.
C. Penemuan dan Pembahasan
a. Analisis
Data
a.
Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini adalah
mahasiswa/mahasiswi jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi semester III, semester V dan beberapa anggota LSO yang
diambil untuk dijadikan sampel sebanyak 35%
dari jumlah mahasiswa aktif semester III yang berjumlah 66 orang menjadi 23
orang, 50% dari jumlah mahasiswa aktif semester V yang berjumlah 33 orang
menjadi 17 orang, dan beberapa anggota LSO yang berjumlah 13 orang. Jadi, total
keseluruhan sample adalah 53 orang. Teknik yang dilakukan yaitu teknik
Accidental Sampling, yaitu peneliti
memilih orang-orang atau responden yang terdekat dengan peneliti.
Adapun
karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin terlihat pada Tabel berikut
ini:
Tabel
3. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
Jenis
Kelamin
|
Jumlah
|
Presentase
|
Laki-laki
|
18
|
33%
|
Perempuan
|
36
|
67%
|
TOTAL
|
54
|
100
%
|
Berdasarkan Tabel 3 diatas jumlah responden
perempuan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah responden laki-laki,
berdasarkan sampel yang kita ambil :
Tabel 4. Berdasarkan
Angkatan
Angkatan
|
PR
|
LK
|
Jumlah
|
Presentase
|
2011
|
7
|
5
|
12
|
23%
|
2012
|
13
|
5
|
18
|
34%
|
2013
|
13
|
10
|
23
|
43%
|
TOTAL
|
33
|
20
|
53
|
100%
|
Berdasarkan
Tabel 4 Diatas dapat dideskripsikan bahwa jumlah responden perempuan lebih
banyak dibandingkan resonden laki-laki. Responden perempuan yaitu sebanyak 33
Orang (63%), sedangkan responden laki-laki berjumlah 20 Orang (37%). Dan
dilihat dari angkatan 2011 berjumlah 12
orang, dari angkatan 2012 berjumlah 18 orang dan angkatan 2013 berjumlah 23
orang.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
KESIMPULAN
Hasil penelitian yang telah kami
laksanakan secara seksama, telah kami peroleh data-data sebagaimana terlampir
diatas, dari data-data tersebut kami telah melakukan analisa-analisa sebagai
berikut.
Hasil dari Jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, mahasiswa
cukup mengetahui keberadaan-keberadaan organisasi LSO yang ada di Fakultas
Dakwah dan Ilmu Komunikasi, dari hal tersebut maka
dapat dilihat bahwa ternyata mahasiswa tidak buta
informasi.
Kemudian
Mahasiswa Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam
mempunyai respon yang baik terhadap kepemimpinan perempuan yang terdapat di LSO
Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
B. SARAN
Hal yang dapat kita ambil dari
penelitian ini adalah bahwasannya asumsi kebanyakan mahasiswa yang menganggap
bahwa laki-laki lebih mempunyai peran aktif dalam memimpin sebuah organisasi
LSO.
[1]Peter G. Northhose, kepemimpinan teori dan praktik (Jakarta:
PT. Indeks, 2013), h. 329.
[2]Peter G. Northhose, kepemimpinan teori dan praktik (Jakarta:
PT. Indeks, 2013), h. 330.
[4]Komaruddin Hidayat, Pedoman Akademik Program Strata I 2012/2013,
(Jakarta: Biro Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan, 2012), h. 12.
[6]Andrian Nugraha, Pengaruh Persepsi Iklim Organisasi dan
Religiusitas Terhadap Komitmen Organisasi Pada Pengurus Cabang dan Pengurus
Komisariat Organisasi Ekstra Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Jakarta:
Skripsi Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2012), h. 1.
[7]
Panitia Proaksi Dema Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Proaksi
(Program Orientasi Akademik) Nilai Kebangsaan dan Keislaman FIDKOM 2012
(Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012), h. 13.
[8]
Panitia Proaksi Dema Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Proaksi
(Program Orientasi Akademik) Nilai Kebangsaan dan Keislaman FIDKOM 2012
(Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012), h. 20.
[9] Jalaluddin
Rakhmat, Psikologi Komunikasi (Bandung. Remaja Rosdakarya, 1999), h. 51.
[10]
Poerdawarminta, Psikologi Komunikasi (Jakarta : UT: 1999) Cet. 3, h. 43.
[11] Muhammad
Kurtubi, Respon Nasabah terhadap Fatwa
MUI tentang Bunga Bank pada Bank Syariah Studi Pertandingan pada nasabah Bank
Syariah mandiri cabang Margonda dan nasabah Bank Rakyat Indonesia Konvensional
Cabang Margonda (Jakarta: Skripsi Fakultas Syariah Hidayatullah Jakarta,
2013), h. 22.
[12] Muhammad
Kurtubi, Respon Nasabah terhadap Fatwa
MUI tentang Bunga Bank pada Bank Syariah Studi Pertandingan pada nasabah Bank
Syariah mandiri cabang Margonda dan nasabah Bank Rakyat Indonesia Konvensional
Cabang Margonda (Jakarta: Skripsi Fakultas Syariah Hidayatullah Jakarta,
2013), h. 23.
[14] Ibid.,h.
24.
[15] Jalaluddin
Rakhmat, Psikologi Komunikasi (Bandung. Remaja Rosdakarya, 1999), h. 52.
[16] Ibid.,h.
53.
[21] Ibid,. h.
27.
[23] Muhammad
Kurtubi, Respon Nasabah terhadap Fatwa
MUI tentang Bunga Bank pada Bank Syariah Studi Pertandingan pada nasabah Bank
Syariah mandiri cabang Margonda dan nasabah Bank Rakyat Indonesia Konvensional
Cabang Margonda (Jakarta: Skripsi Fakultas Syariah Hidayatullah Jakarta,
2013) , h. 28.
[26] Bimo Walsito, Pengantar
Psikologi Umum (Yogyakarta: UGM, 1996), h. 55.
[27]
Peter
G.Northouse, Kepemimpinan :Teori dan Praktik (Jakarta: Indeks, 2013),
cet., 1, h. 8.
[29] Peter
G.Northouse, Kepemimpinan :Teori dan Praktik (Jakarta: Indeks, 2013),
cet., 1, h. 9.
[30] Peter
G.Northouse, Kepemimpinan :Teori dan Praktik (Jakarta: Indeks, 2013),
cet., 1, h. 10.
[31] Peter
G.Northouse, Kepemimpinan :Teori dan Praktik (Jakarta: Indeks, 2013),
cet., 1, h. 10.
[36] Ibid., h.330-331.
[37]Max Weber, The Theory OF Social and Economic
Organization, terjemahan oleh bahasa inggris oleh A.M. Henderson dari Talcott
Parson (New York: The Free Press,
1947), h. 145-146.
[38] Max Weber, The Theory OF Social and Economic
Organization, terjemahan oleh bahasa inggris oleh A.M. Henderson dari Talcott
Parson (New York: The Free Press,
1947), h. 147.
[39] Max Weber, The Theory OF
Social and Economic Organization, terjemahan oleh bahasa inggris oleh A.M.
Henderson dari Talcott Parson (New York: The Free Press, 1947), h. 136-139.
[41] Miftah Thoha, Perilaku Organisasi (Jakarta: Balai
Pustaka, 2002), h. 585.
[42] Sondang P.
Siagian, Peranan Taf dan Management
(Jakarta: Gunung Agung, 1976), cet ke-1, h. 20.
[43] Sondang P.
Siagian, Organisasi, Kepemimpinan, dan
Perilaku Administrasi (Jakarta: CV. Haji Masagung, 1986), Cet ke-5, h. 9.
[44] Ibid., h. 10.
[47] Miftah Thoha, Perilaku Organisasi (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2002), h. 32-35.
[48]
Muhammad Nazir, Metode
Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983), h. 27.
[49]
Monasse Mallo, Metode Penelitian Sosial (Jakarta:
Karunika, 1986), h. 31.
[50] Syamsir Salam,
dan Jaenal Aripin, Metodologi Penelitian
Sosial (Jakarta : UIN Jakarta Press, 2006), h. 36.
[51] Sugiyono , Metodologi Penelitian Pendidikan Pendekatan
Kuantitatif, dan R & D (Bandung : Alfabeta, 2008), h.
14.
[53] Masri Singarimbun dan Sofian
Efendi, Metode Penelitian Survei (Jakarta : LP3ES, 1991), h. 152.
[54] Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar
Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Bumi Askara, 1996), h. 107.
[55]
Penyusun, Buku Pedoman Penelitian UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 1998), h.
45.
[57]
Penyusun, Buku Pedoman Penelitian UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 1998), h.
46.
[58] Moh Kasiram, Metodologi Penelitian Kualitatif-
Kuantitatif (Yogyakarta: UIN – MALIKI PRESS), h. 255
[59] Masri Singarimbun dan Sofian
Efendi, Metode Penelitian Survei (Jakarta: LP3ES, 1991), h. 46.
[60]
Sugiyono , Metode Penelitian
Bisnis (Bandung: Alfabeta, 2009), h.93.
[61] Cholid Narbuko, Metodologi Penelitian (Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2009), h.54
[62] Cholid Narbuko dan Drs. H. Abu
Achmadi, Metodelogi Penelitian (Jakarta:
PT Bumi Aksara, 2009), h. 76.
[63] Masri Singarimbun dan Sofian
Effendi, Metode Penelitian Survey (Jakarta: LPES, 1995), Cet. Ke- 2, h.220.
[64] Deni Darmawan, Metode Peelitian Kuantitatif (Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2013), h. 169.
[65] Suharsi,i Faisal Sanapiah, Format-format
Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, edisi revisi V, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2002), h.209.
[66]
Deni Darmawan, Metodologi
Penelitian Kuantitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2013), h. 180
[67] Diakses http:
//bpiuinjkt.blogspot.com/2012/bpi-uin-jakarta-lambang-logo bimbingan. Html pada
23 Desember 2013 pukul 13.10
0 komentar:
Posting Komentar