Jumat, 06 November 2015

PROSES PERENCANAAN PROGRAM PENYULUHAN

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Penyuluhan berasal dari kata suluh, berarti  sesuatu yang dinyalakan, seperti lilin, obor yang sifatnya menerangi. Pada hakekatnya menerangi adalah sebuah usaha untuk mengubah sesuatu yang gelap menjadi terang. Usaha mengubah gelap menjadi terang, ketika dianalogikan dengan penyuluhan adalah usaha merubah perilaku individu atau kelompok masyarakat dari ‘kegelapan’ pengetahuan, menjadi pemahaman bagaimana melakukan partisipasi aktif dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
Usaha mengubah perilaku individu atau masyarakat luas dalam penyuluhan dilakukan dengan pola-pola komunikasi tertentu yang sifatnya mempengaruhi / influence, pola komunikasi demikian dikaterogikan dalam komunikasi persuasif. Komunikasi persuasif pada hakekatnya mempengaruhi sikap, pendapat dan perilaku orang lain melalui kegiatan komunikasi, baik secara verbal maupun non verbal. Menurut ahli komunikasi K.Anderson, komunikasi persuasif didefinisikan sebagai perilaku komunikasi yang mempunyai tujuan mengubah keyakinan, sikap atau perilaku.
Pada saat kita memberikan penyuluhan, kita tidak hanya harus dapat berkomunikasi dengan baik saja, tetapi kita juga harus mempunyai perencanaan program penyuluhan agar penyuluhan yang ingin kita sampaikan sesuai dengan kebutuhan khalayak. Salah satu faktor keberhasilan dalam memberikan penyuluhan adalah dengan adanya proses atau tahapan-tahapan perencanaan program penyuluhan yang sesuai dengan kebutuhan khalayak. Oleh karena itu, sebagai seorang penyuluh sangat dibutuhkan membuat tahapan-tahapan atau proses penyuluhan sebelum terjun langsung ke lapangan.
B.       Rumusan Masalah
1.         Apa pengertian proses perencanaan program penyuluhan ?
2.         Sebutkan proses perencanaan program penyuluhan ?
C.      Tujuan
1.         Mengetahui pengertian proses perencanaan program penyuluhan.
2.         Memahami proses perencanaan program penyuluhan.

BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Proses Perencanaan Program Penyuluhan
Menurut Rejeki, konsep perencanaan program penyuluhan memiliki tiga komponen konsep, yaitu perencanaan, program dan penyuluhan. Masing–masing komponen tersebut di jabarkan pengertiannya agar memudahkan dalam memahami pengertian konsep perencanaan program penyuluhan.[1]
Perencanaan, menurut Darmojuwono merupakan suatu proses kegiatan persiapan sistematik untuk penyusunan kebijakan yang konsisten menuju tercapainya suatu tujuan tertentu. Proses tersebut ditempuh oleh perencanaan guna mendapatkan beberapa keuntungan, yaitu pertama, memperoleh gambaran arah dan pedoman. Kedua, memperoleh gambaran potensi, prospek perkembangan, hambatan-hambatan  serta resikonya. Ketiga, memperoleh kesempatan memilih alternatif terbaik dalam pencapaian tujuan. Kempat, memperoleh kemungkinan untuk menyusun skala prioritas. Kelima, memperoleh tolak ukur untuk melakukan evaluasi dan pengawasan.[2]
Menurut Boyle, Program adalah produk yang dihasilkan dari semua kegiatan pemograman oleh pendidik profesional dan pelajar yang terlibat, yang meliputi: analisis kebutuhan, perencanaan, intruksi, promosi, evaluasi dan pelaporan. Sedangkan perencanaan program adalah suatu proses pengambilan keputusan yang melalui analisis kritis situasi yang ada dan masalah yang dihadapi, mengevaluasi berbagai alternatif untuk memecahkan masalah-masalah tersebut serta memilih yang terbaik, menentukan prioritas penting berdasarkan kebutuhan dan sumberdaya lokal dengan usaha kerjasama baik pegawai maupun non-pegawai  dengan tujuan memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan individu dan masyarakat.[3]
Lawerence dalam Mardikanto menyatakan bahwa perencanaan program penyuluhan menyangkut perumusan tentang:
1.        Proses perancangan program,
2.        Penulisan perencanaan program,
3.        Rencana kegiatan,
4.        Rencana pelaksanaan program (kegiatan), dan
5.        Rencana evaluasi hasil pelaksanaan program tersebut.[4]
Menurut Rejeki, Penyuluhan secara umum mempunyai pengertian sebagai suatu pendidikan yang bersifat non-formal, bertujuan mengubah perilaku masyarakat dalam hal pengetahuan, keterampilan, dan sikap agar dapat memecahkan masalah yang dihadapi guna mencapai kehidupan yang lebih baik. Secara harfiah pengertian perencanaan program penyuluhan yaitu sebagai proses pengambilan keputusan yang menghasilkan suatu pernyataan tertulis mengenai situasi, masalah, tujuan, dan cara mencapai tujuan untuk mengubah perilaku masyarakat ke arah kehidupan yang lebih baik.[5]

B.       Proses Perencanaan Program Penyuluhan
Pada proses perencanaan program penyuluhan, sesungguhnya tidak ada ukuran yang baku mengenai prosedur penyusunannya. Namun demikian, sebagai suatu program pendidikan, perencanaan program penyuluhan dapat disusun sebagai proses instruksional, seperti dalam penyusunan program-program pendidikan pada umumnya. Menurut Gilley dan Eggland mengenai proses instruksional, proses perencanaan program penyuluhan adalah diawali dengan penetapan orientasi belajar atau menetapkan filosofinya. Kemudian diikuti dengan menciptakan suasana belajar atau iklim belajar, mengukur kebutuhan, merumuskan tujuan dan aktivitas belajar, memilih metode, teknik dan alat pengajaran dan yang terakhir adalah mengadakan penilaian atau evaluasi terhadap program, pendidik dan warga belajar.[6] Tahap-tahap proses perencanaan program penyuluah tersebut dapat dirinci sebagai berikut :
1.         Menetapkan filosofi penyuluhan
Filosofi penyuluhan perlu ditetapkan secara jelas. Hal ini disebabkan karena filosofi merupakan acuan dalam kegiatan penyuluhan, yaitu dengan memberi pedoman dan mengarahkan berbagai diskusi dan kegiatan belajar mengajar. Oleh karena itu, seorang perencana perlu mengkaji filosofi-filosofi penyuluhan. Pada hakekatnya, filosofi itu mengarah pada peningkatan tiga kawasan, yaitu kawasan pengetahuan, keterampilan dan sikap mental. Untuk memahami filosofi belajar mengajar seseorang, dapat dengan cara menentukan :
a.         Pandangan seseorang terhadap materi yang bersifat instruksional dan arti pentingnya keprofesionalan warga belajar maupun pengalaman personal.
b.        Siap seseorang terhadap pengawasan yang dilakukan oleh instruktur dan cara orang memproses informasi sering merujuk pada kognisinya.[7]
Berdasarkan dua hal tersebut, seorang ahli pendidikan dapat mengidentifikasi filosofi proses belajar mengajar seseorang. Pada akhirnya filosofi seseorang dapat menjadi penyaringan bagi tahap-tahap proses instruksional lainnya. Tanpa adanya upaya mengkaitkan antara materi instruksional dan pengalaman seseorang atau pengembangan materi dan latihan belajar serta pemilihan metode belajar tanpa menyesuaikan dengan orientasi filosofi. Maka dapat menyebabkan ketidakcocokan perencanaan dengan tujuan belajar. Sebagai contoh, banyak program-program pelatihan maupun kegiatan belajar yang tidak memiliki kesesuaian antara perencanaan dengan tujuan yang ingin dicapai.[8]
2.         Menciptakan suasana atau iklim belajar
Suasana yang diciptakan adalah suasana yang demokratis. Dalam suasana demokratis komunikasi dapat efektif. Hal ini disebabkan antara penyuluh dan warga belajar memerlukan suasana yang akrab, bebas untuk berinteraksi. Meskipun demikian kedudukan masing-masing harus tetap diperhatikan. Seorang ahli pendidikan perlu memperhitungkan pentingnya hubungan kerja fungsional dengan warga belajarnya. Ini berarti diperlukan suatu lingkungan yang meliputi ide dan perasaan. Warga belajar akan merasa aman dan mengakui bahwa komunikasi dua arah dapat menjamin terjadinya pertukaran ide dan perasaan. Lingkungan dengan suasana demikian menyenangkan pihak-pihak yang mendukung proses belajar mengajar, mendukung kesempatan terjadinya saling berbagi rasa dan bahkan dapat menuntun pengembangan dari pihak-pihak yang terlibat tersebut.[9]
3.         Mengukur kebutuhan
Kebutuhan berkaitan dengan masalah yang ingin dipecahkan. Kebutuhan ini perlu diukur karena merupakan landasan untuk menetapkan tujuan dan kegiatan belajar.[10]
4.         Merumuskan tujuan dan kegiatan belajar
Setelah mengukur kebutuhan, maka dilanjutkan dengan merumuskan tujuan belajar dan kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan tersebut. adapun tujuan belajar adalah untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku atau kemampuan seseorang. Kemudian dari tujuan tersebut diturunkan menjadi kegiatan belajar terpilih.[11]
5.         Memilih metode, teknik dan alat pengajaran
Menurut Gilley dan Eggland, pemilihan metode tergantung pada faktor-faktor berikut :
a.         Pokok bahasan
b.        Tujuan
c.         Ukuran kelompok
d.        Sarana yang tersedia
e.         Waktu yang tersedia
f.         Cara yang baik untuk menyajikan pokok bahasan
g.        Kelompok pengetahuan dan pokok bahasan
h.        Jenis partisipasi yang diinginkan.
Adapun beberapa metode penyuluhan tersebut adalah sebagai berikut :
a.         Ceramah
b.        Kelompok diskusi
c.         Bermain peran
d.        Studi kasus
e.         Permainan
f.         Demonstrasi
g.        Acara tanya jawab
6.         Mengadakan penilaian atau evaluasi terhadap program, pendidik dan warga belajar
Hal-hal yang dapat di evaluasi itu adalah reaksi warga belajar terhadap program, terjadinya proses belajar, keberadaan perubahan perilaku dan peningkatan prestasi atau upaya.[12]

Sedangkan Menurut Azhar, Langkah-langkah pokok perencanaan bagi para penyuluh adalah:
1.         Menentukan masalah, tugas, tujuan dan kebutuhan secara jelas,
2.         Mencari informasi secara lengkap yang berhubungan dengan berbagai kegiatan,
3.         Mengobservasi, meneliti, menganalisis dan mengklasifikasi informasi yang sudah terkumpul,
4.         Melaksanakan metode perencanaan yang telah dibuat dengan menetapkan pelaksanaan rencana (memilih rencana yang diajukan atau memantapkan perencanaan dan mempertimbangkan hambatan-hambatan dengan berbagai kegiatan),
5.         Menetapkan planning alternatif,
6.         Memilih dan memeriksa rencana yang diajukan,
7.         Membuat sintesis (metode/alternatif penyelesaian),
8.         Mengatur urutan dan waktu rencana secara terperinci dan
9.         Mengadakan evaluasi (penilaian).[13]















BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Pada proses perencanaan program penyuluhan, sesungguhnya tidak ada ukuran yang baku mengenai prosedur penyusunannya. Tetapi sebuah proses perencanaan program sangat dibutuhkan dalam hal penyuluhan. Tahap-tahap proses perencanaan program penyuluhan dapat dirinci sebagai berikut :
1.         Menetapkan filosofi penyuluhan,
2.         Menciptakan suasana atau iklim belajar,
3.         Mengukur kebutuhan,
4.         Merumuskan tujuan dan kegiatan belajar,
5.         Memilih metode, teknik dan alat pengajaran,
6.         Mengadakan penilaian atau evaluasi terhadap program, pendidik dan warga belajar.
Jika kita melakukan penyuluhan sesuai dengan proses perencanaan program yang sudah dibuat, maka penyuluhan yang ingin kita sampaikan dapat diterima dengan baik oleh khalayak dan dapat bermanfaat bagi mereka.



[1] http://suluhmenyuluh.blogspot.co.id201311perencanaan-program-penyuluhan.html, di unduh tanggal Jumat, 15 November 2013.
[2] Ibid.
[3] Ibid.
[4] Ibid.
[5] Ibid.
[6] Ninik Sri Rejeki, Perencanaan Program Penyuluhan, (Yogyakarta: Universitas Atmajaya Yogyakarta, 1998), h. 31.
[7] Ibid.
[8] Ibid.
[9] Ibid., h. 33.
[10] Ibid., h. 34.
[11] Ibid., h. 35.
[12] Ibid., h. 39.
[13] http://tabloidsinartani.comcontentreadmembuat-rencana-penyuluhan-yang-efektif, di unduh tanggal 11 Maret 2015, pukul 06:57 WIB.

CIVIC JOURNALISM

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Perkembangan zaman yang pesat hingga saat ini terutama di bidang teknologi membuat arus informasi sangat mudah untuk di dapati. Internet merupakan suatu cara baru yang menjadi trendi hingga saat ini dalam mencari, mengolah, menyampaikan informasi. Dunia jurnalistik merupakan suatu daerah lama yang terjangkiti oleh perkembangan teknologi. Tidak dapat di pungkiri, kini wilayah jurnalistik mempunyai nyawa baru, yaitu teknologi. Internet menjadi salah satu sarana pendukung yang vital bagi dunia jurnalistik. Jurnalistik merupakan suatu kegiatan mencari, mengumpulkan, mengolah, dan menyebarkan infromasi / berita kepada masyarakat umum yang menyangkut kepentingan umum.
Hal seperti itu biasa dilakukan oleh lembaga-lembaga jurnalistik seperti media cetak, media elektronik hingga media online. Namun, perkembangan teknologi saat ini terutama di bidang internet membuat masyarakat umum dengan mudah nya dapat menyampaikan informasi seperti yang lembaga-lembaga jurnalistik tersebut lakukan. Pada akhirnya muncul lah istilah citizen journalism atau biasa kita kenal dengan jurnalistik publik. Spiritnya tetap sama dengan public journalism atau yang terkenal pada tahun 80-an. Yaitu, perkara bagaimana menjadikan jurnalisme bukan lagi sebuah ranah yang semata-mata dikuasai oleh para jurnalis. Dikuasai dalam arti diproduksi, dikelola, dan disebarluaskan oleh institusi media, atas nama bisnis ataupun kepentingan politis. Pada makalah ini akan di bahas mengenai civic journalism.

B.       Rumusan Masalah
1.         Apa pengertian journalism ?
2.         Apa pengertian civic journalism ?
3.         Sebutkan langkah-langkah dalam mengaplikasikan civic journalism ?
C.      Tujuan
1.         Mengetahui pengertian journalism.
2.         Mengetahui pengertian civic journalism.
3.         Memahami langkah-langkah dalam mengaplikasikan civic journalism.

BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Journalism
Nuruddin mengemukakan bahwa definisi jurnalisme adalah: 1) pekerjaan yang berkaitan dengan media berita, termasuk menerbitkan, mengedit, menulis, atau menyiarkan; 2) lapangan akademis yang terkait dengan kegiatan yang berhubungan dengan media berita; 3) jenis penulisan yang secara ideal dicirikan oleh objektivitas, tetapi kadang-kadang ditulis untuk memenuhi rasa ingin tahu masyarakat; 4) pelaporan (reporting). Dari beberapa definisi di atas bisa disimpulkan bahwa jurnalisme adalah kegiatan yang berhubungan dengan proses mencari, mengolah, dan menyiarkan informasi untuk ditujukan kepada publik melalui media massa.
Menurut Nurudin, ruang lingkup jurnalisme meliputi jurnalisme cetak, jurnalisme siaran, dan jurnalisme online. Jurnalisme cetak berkaitan dengan media cetak, yang dapat dikelompokkan ke dalam beberapa jenis yaitu surat kabar, majalah berita, majalah khusus, newsletter, dan lain-lain. Masing-masing jenis berbeda satu sama lain dalam penyajian tulisannya. Jurnalisme siaran berkaitan dengan media elektronik, yaitu televisi dan radio. Dalam perkembangan media elektronik muncul jenis media yang baru yaitu media online, yang melahirkan jurnalisme online.

B.       Pengertian Civic Journalism
Lahirnya konsep gerakan  civic journalism  atau disebut juga dengan istilah public journalism  (jurnalisme  publik) adalah di Amerika Serikat setelah pemilihan presiden tahun 1988. Gerakan  jurnalisme publik ini muncul karena krisisnya kepercayaan publik Amerika terhadap  media-media mainstream  dan kekecewaan terhadap kondisi politik saat itu. Konon Davis Merit, editor The Wichita Eagle Kansas pada saat itu meliput berita pemilihan umum AS dengan cara berbeda. Sudut pandang yang diambil Davis Merit adalah sudut pandang publik yang ketika itu menjadi unsur utama pemilihan umum. Publik dijadikan subyek utama sekaligus dasar filosofis pembuatan berita, bukan sekedar obyek pemberitaan seperti yang biasa dilakukan media massa sebelum itu. Berbeda dengan citizen journalism, yang lebih bertujuan untuk melibatkan warga secara langsung dalam produksi berita. Sederhananya lagi, kalau public journalism masih ada peran wartawan formal sebuah media konvensional akan tetapi citizen journalism, totalitas media dan informasi adalah warga.
Jadi, civic journalism adalah upaya wartawan profesional dan media tempat mereka bekerja untuk lebih mendekat dengan persoalan warga (pembacanya), serta ikut terlibat dalam menyelesaikan persoalan itu secara langsung. Bukan hanya memberitakan peristiwa atau fenomena dalam sikap yang objektif dan imparsial, tapi lebih menyatu dan terlibat dalam membimbing warga dan mendorong warga untuk melakukan sesuatu. Sedangkan  Civic jurnalism (juga dikenal sebagai jurnalisme publik) menurut Wikipedia adalah ide mengintegrasikan jurnalisme dalam proses demokrasi. Media tidak hanya menginformasikan publik, tetapi juga bekerja terhadap melibatkan warga dan menciptakan debat publik.

B.       Langkah-Langkah dalam Mengaplikasikan Civic Journalism
1.         Civic journalism membutuhkan assessment persoalan warga.
Sebuah media tidak bisa menebak apa yang dibutuhkan warga atau pembacanya, hanya berdasarkan perkiraan semata. Tapi, mungkin saja dalam beberapa hal, sebuah media tidak perlu melakukan assessment ini. Misalnya, ketika Bandung menghadapi persoalan sampah. Semua orang tahu sampah menjadi masalah dan semua orang menginginkan penyelesaian yang segera tapi menyeluruh. Tidak perlu lagi dilakukan assessment menyeluruh. Tapi pertanyaannya kemudian, adakah media yang secara konsisten membahas persoalan ini, mengajak pembacanya untuk ikut terlibat dalam diskusi pemecahan masalah, mengampanyekan alternatif penyelesaian masalah dan membuat warga mengambil alternatif itu.
2.         Civic journalism membutuhkan target dan tujuan.
Dalam hal ini, harus ada diskusi intens di redaksi dan mungkin di tingkat perusahaan. Tapi biasanya, penentuan target itu hanya dilakukan di tingkat redaksi (antara pemimpin redaksi dengan para redaktur, redaktur dengan redaktur, redaktur dengan wartawan, dan wartawan dengan wartawan). Diskusi di tingkat redaksi ini ditindaklanjuti dengan menggalang diskusi bersama masyarakat luas, bukan hanya dengan orang-orang yang dianggap "tokoh masyarakat". Hasil akhir dari aksi civic journalism harus terukur. Misalnya, seperti yang dilakukan St. Pioneer Press ketika semakin banyak orang miskin yang memiliki tempat tinggal yang layak, setelah "Poverty Among Us" selesai diterbitkan.
3.         Civic journalism  membutuhkan konsistensi pemberitaan.
Menyediakan lahan pemberitaan yang cukup di halaman surat kabar selama berbulan-bulan bukanlah hal mudah. Tapi, hal ini harus dilakukan, karena civic journalism, bisa jadi membutuhkan proses diskursus yang panjang. Proses yang panjang itu dilakukan untuk mencari solusi yang juga berjangka panjang. Konsistensi ini harus dimiliki oleh redaksi dan juga individu yang bekerja di dalamnya, untuk terus mengembangkan ide kreatif yang berdasarkan pada hasil liputan di lapangan. Di tingkat perusahaan, konsistensi ini juga harus dijaga. Terutama dalam menjaga halaman agar tetap ada, tanpa dimakan habis oleh iklan.
4.         Civic journalism membutuhkan pembiayaan.
Bukan tidak mungkin civic journalism membutuhkan biaya besar, misalnya untuk survei dan public polling. Perusahaan media harus siap dengan kemungkinan ini, sebab seringkali polling harus dilakukan untuk mendapatkan data yang lebih valid, sehingga artikel yang ditampilkan bisa dijadikan bahan diskusi yang layak bagi masyarakat.
5.         Kemampuan wartawan dan redaktur untuk menggali persoalan.
Pada poin ini, kemampuan wartawan dan redaktur untuk menginvestigasi sesuatu akan teruji. Sebab pada intinya, laporan jurnalistik yang bisa membawa perubahan adalah ketika laporan itu berhasil mengungkap akar persoalan dan menunjukkan apa saja yang harus diperbaiki. Tapi sekali lagi, melakukan investigative reporting demi civic journalism, juga membutuhkan biaya yang besar serta fasilitas yang memadai.

D.      Perbedaan Citizen Journalism dengan Civic Journalism
Civic journalism merupakan upaya wartawan professional dan media tempat mereka bekerja untuk menyiarkan informasi kepada publik. Citizen journalism dan civic journalism mempunyai beberapa perbedaan.
1.         Civic journalism menggunakan media mainstream (koran, majalah, televisi, radio, dan lain-lain) dengan tujuan memberi penyadaran pada masyarakat atas persoalan yang dihadapi (to cover), sedangkan citizen journalism menggunakan media baru (internet) dengan tujuan memberikan informasi kepada orang lain (to share).
2.         Civic journalism memiliki aturan-aturan sebagaimana wartawan tunduk pada media di mana ia bekerja, sedangkan citizen journalism bebas tanpa aturan mengingat pelakunya tidak mempunyai pertanggung jawaban kepada publik atas apa yang ia tulis, karena pada dasarnya pelaku citizen journalism hanya mengemukakan opininya kepada publik.
3.         Civic journalism menjadikan media masa sebagai 'forum diskusi' dengan cara memberikan lebih banyak porsi untuk anggota masyarakat menyampaikan berbagai permasalahan yang ada, sedangkan citizen journalism lebih menyoroti pada partisipasi langsung publik sebagai pelaku atau jurnalis dalam menyampaikan berbagai informasi. Topik dan materi informasi sendiri dapat beragam dan tidak dibatasi pada masalah-masalah yang spesifik saja.

4.         Citizen journalism adalah keterlibatan warga dalam memberitakan sesuatu (dalam pengertian setiap orang adalah wartawan dan kerja wartawan bisa dilakukan oleh setiap orang), sedangkan civic journalism adalah upaya wartawan profesional dan media tempat mereka bekerja untuk lebih mendekat dengan persoalan warga (pembacanya), serta ikut terlibat dalam menyelesaikan persoalan itu secara langsung. Bukan hanya memberitakan peristiwa atau fenomena dalam sikap yang objektif dan imparsial, tapi lebih menyatu dan terlibat dalam membimbing warga dan mendorong warga untuk melakukan sesuatu.
 

KUMPULAN MAKALAH KULIAH Template by Ipietoon Cute Blog Design