PRINSIP-PRINSIP DALAM PENYULUHAN
Oleh :
Hoirunnisa BPI 7 (1112052000009)
Secara
harfiah, penyuluhan bersumber dari kata suluh yang berarti obor ataupun alat
untuk menerangi kegelapan. Jadi dapat dimaknai bahwa penyuluhan dimaksudkan
untuk member penerangan ataupun penjelasan pada mereka yang disuluhi agar tidak
berada dalam kegelapan mengenai masalah tertentu. Penyuluhan adalah kegiatan
mendidik orang (kegiatan pendidikan)dengan tujuan mengubah perilaku klien
sesuai dengan yang direncanakan/dikehendaki yakni orang makin modern. Ini
merupakan usaha mengembangkan (memberdayakan) potensi individu klien agar lebih
berdaya secara mandiri (Arifin, 1994).
Penyuluhan
sebagai proses perubahan perilaku melalui pendidikan akan memakan waktu yang
lebih lama, tetapi perubahan perilaku yang terjadi akan berlangsung lebih
kekal. Sebaliknya, meskipun perubahan perilaku melalui pemaksaan dapat lebih
cepat dan mudah dilakukan, tetapi perubahan perilaku tersebut akan segera
hilang, manakala faktor pemaksanya sudah dihentikan (Azisturindra, 2009).
Kegiatan
penelitian dan penyuluhan sangat berkaitan dan saling memerlukan, karena itu
kebersamaan antara peneliti/lembaga penelitian dan penyuluh/lembaga penyuluh
perlu terbina dengan baik dan intim. Falsafah keduanya antara lain adalah
sebagai berikut :
1.
Selalu
mengusahakan pembaruan dan modernisasi IPTEKS.
2.
Kebutuhan/keinginan/masalah
masyarakat klien merupakan kegiatan primadona peneliti dan penyuluh.
3.
Selalu
mengikuti/sejalan dengan perkembangan dan kemajuan.
4.
Meningkatkan
efisiensi dan efektivitas usaha.
5.
Meningkatkan
kesejahteraan dan kemakmuran klien dan masyarakat pada umumnya.
6.
Meningkatkan
kebersamaan/kerjasama (antara penyuluh dan peneliti dan antara
peneliti/penyuluh dengan pengguna IPTEKS/masyarakat klien) (Azisturindra, 2009).
Falsafah
penyuluhan adalah bekerja bersama masyarakat untuk membantunya agar mereka
dapat meningkatkan harkatnya sebagai manusia (helping people to help themselves). Pemahaman konsep “membantu
masyarakat agar dapat membantu dirinya sendiri” harus dipahami secara
demokratis, di mana mengandung pengertian:
a.
Penyuluh
harus bekerja sama dengan masyarakat, dan bukannya bekerja untuk masyarakat
(Adicondro, 1990). Kehadiran penyuluh bukan sebagai penentu atau pemaksa, tapi
harus mampu menciptakan suasana dialogis dengan masyarakat dan mampu
menumbuhkan, menggerakkan dan memelihara partisipasi masyarakat.
b.
Penyuluh
tidak boleh menciptakan ketergantungan, tapi mampu mendorong terciptanya
kreativitas dan kemandarian masyarakat agar mampu berswakarsa, swadaya, swadana
dan swakelola dalam berkegiatan agar tercapai tujuan, harapan dan keinginan.
c.
Penyuluhan
mengacu pada terwujudnya kesejahteraan ekonomi masyarakat dan peningkatan
harkatnya sebagai manusia (Iqbal, 2007).
Mathews menyatakan
bahwa, prinsip adalah suatu pernyataan tentang kebijakan yang dijadikan pedoman
dalam pengambilan keputusan dan melaksanakan kegiatan secara konsisten. Prinsip
akan berlaku umum, dapat diterima secara umum, telah diyakini kebenarannya dari
berbagai pengamatan dalam kondisi yang beragam. “Prinsip” dapat dijadikan
landasan pokok yang benar, bagi pelaksanaan kegiatan. Meskipun “prinsip”
biasanya diterapkan dalam dunia akademis, Leagans menilai bahwa setiap penyuluh
dalam melaksanakan kegiatannya harus berpegang teguh pada prinsip-prinsip
penyuluhan. Tanpa berpegang pada prinsip-prinsip yang sudah disepakati, seorang
penyuluh (apalagi administrator penyuluhan) tidak mungkin dapat melaksanakan
pekerjaannya dengan baik (Firman, 2010).
Bertolak dari
pemahaman penyuluhan sebagai salah satu sistem pendidikan, maka penyuluhan
memiliki prinsip-prinsip:
1.
Mengerjakan,
artinya, kegiatan penyuluhan harus sebanyak mungkin melibatkan masyarakat untuk
mengerjakan/ menerapkan sesuatu. Karena melalui “mengerjakan” mereka akan
mengalami proses belajar (baik dengan menggunakan pikiran, perasaan, dan
ketram-pilannya) yang akan terus diingat untuk jangka waktu yang lebih lama.
2.
Akibat,
artinya, kegiatan penyuluhan harus memberikan akibat atau pengaruh yang baik
atau bermanfaat. Sebab, perasaan senang/puas atau tidak-senang/kecewa akan
mempengaruhi semangatnya untuk mengikuti kegiatan belajar/ penyuluhan
dimasa-masa mendatang.
3.
Asosiasi,
artinya, setiap kegiatan penyuluhan harus dikaitkan dengan kegiatan lainnya.
Sebab, setiap orang cenderung untuk mengaitkan/menghubungkan kegiatannya dengan
kegiatan/peris-tiwa yang lainnya. Misalnya, dengan melihat cangkul orang
diingatkan kepada penyuluhan tentang persiapan lahan yang baik; melihat tanaman
yang kerdil/subur, akan mengingatkannya kepada usahaa-usaha pemupukan, dll (Firman,
2010).
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, H M. 1994. Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama. Jakarta : PT
Golden Terayon Press.
0 komentar:
Posting Komentar